A. Pilihan Kata dan Bentukan Kata dalam Konteks
atau Topik Pembicaraan
Sering terjadi seseorang sulit menguraikan suatu peristiwa dalam
pembicaraan atau tak dapat menyampaikan gagasan melalui kata-kata
serta kalimat yang tepat sehingga terjadi penjelasan yang berbelit-belit,
panjang lebar, dan kurang terarah. Hal ini menyebabkan pendengar sulit
memahami maksud yang disampaikan oleh pembicara dan dapat terjadi
salah pengertian.
Untuk menyampaikan maksud pembicaraan, seseorang akan berupaya
menggunakan berbagai kata atau ungkapan yang dapat mewakili makna atau
konsep yang ingin diutarakan. Setidaknya ia memahami dan menguasai
berbagai istilah kata yang berkaitan dengan topik yang akan disampaikan.
Namun, seseorang belum tentu dapat dengan baik mengutarakan atau
menjelaskan apa yang sudah dipahami tersebut lewat kata-kata atau kalimat
yang tepat dan efektif. Ketidakefektifan seseorang dalam menyampaikan
sesuatu dapat disebabkan kurang menguasai kosakata, bentukan kata,
atau ungkapan kata yang sesuai dengan topik, gagasan atau maksud yang
ingin diungkapkan. Keluhan seperti saya agak susah mengatakannya atau
ngomongnya gimana, ya? akan ternyatakan bila seseorang tidak menguasai
kosakata bidang atau persoalan yang ingin diungkapkan. Kondisi ini dapat
terjadi baik dalam penggunaan bahasa tulis maupun bahasa lisan (berbicara),
misalnya seseorang tak dapat menjelaskan dengan baik persoalan tentang
transportasi udara jika ia tak menguasai istilah, kata-kata atau ungkapan
yang berhubungan dengan masalah itu.
Saat membicarakan telepon seluler atau nirkabel, istilah pulsa, voucher,
berbagai merek HP, isi ulang, kartu perdana dan sebagainya kerap diucapkan. Ketika berbicara tentang rumah sakit, istilah paviliun, kamar, rontgen,
infus, fasilitas perawatan, nama penyakit, nama obat, dan sebagainya akan
sering terdengar. Atau, orang tidak dapat terlibat pembicaraan orang lain
tentang sesuatu yang ia tidak paham betul topik yang sedang dibahas serta
tak menguasai kata-kata atau istilah yang berhubungan dengan hal yang
dibicarakan.
Di bawah ini, contoh lain beberapa kata atau istilah serta ungkapan
yang saling berkaitan dalam satu topik atau pokok pembicaraan.
1. Kereta api : lokomotif, stasiun, kereta ekspres, kelas ekonomi,
gerbong, abudemen, rel, langsam, dan sebagainya.
2. Sepak bola : kesebelasan, liga, galatama, copa Amerika, FIFA, striker,
pinalti, kiper, hatrik, dan sebagainya.
3. Film : jam tayang, durasi, aktor, aktris, judul, sinetron, layar
lebar, piala citra, top rating, dan sebagainya.
4. Musik : group band, konser, musisi, lagu, fans, vokalis, lagu
favorit, request, platinum, dan sebagainya.
5. Internet : chating, e-mail, website, browser, situs, home page, neter, dan
sebagainya.
Pemilihan bentukan kata juga menentukan proses penyampaian
maksud. Banyak kata atau bentukan kata yang secara umum memiliki
kesamaan arti, tapi sesungguhnya mengandung pengertian khusus yang
berbeda. Pilihan dan penggunaan bentukan kata yang tepat menjadikan
kalimat lebih cermat dan terarah sehingga terhindar dari salah pengertian,
misalnya kata membawa memiliki kata–kata sepadan yang secara khusus
maknanya berbeda, yaitu memanggul, menggendong, dan menjinjing. Masing–
masing kata ini mempunyai makna dan ciri khusus yang membedakan satu
sama lain. Meskipun sama–sama membawa, pengertian memanggul ialah
membawa dengan meletakkan barang bawaan di bahu, menggendong
ialah membawa dengan kedua tangan sejajar dengan dada, menjinjing ialah
membawa dengan tangan menggenggam barang bawaan seperti tas.
Contoh dalam kalimat :
- Ia terpaksa memanggul karung beras itu sampai ke rumah.
- Guru BP menggendong siswa yang pingsan itu ke ruang UKS.
- Ibu itu menjinjing belanjaannya yang berisi sayuran.
Seseorang dapat memanfaatkan kata bersinonim tersebut untuk lebih
menekankan makna kata kepada pengertian yang lebih khusus agar topik
pembicaraan lebih terarah.
B. Memanfaatkan Kata Bersinonim untuk Menghindari
Kata yang Sama dalam Kalimat/Paragraf
Penguasaan kosakata yang tidak banyak, dapat menyulitkan seseorang
untuk merangkai kalimat untuk menjelaskan sesuatu baik dalam bentuk
tulisan maupun lisan. Kalimat yang dibuat dapat berisi banyak kata yang
sama dan diulang-ulang. Kalimat menjadi tidak cermat atau kurang efektif
atau berkesan mubazir.
Mengurangi penggunaan kata yang berlebihan dan berulang-ulang
dalam kalimat dapat diatasi dengan pemakaian kata yang bersinonim.
Dengan penggunaan kata yang sepadan, kalimat menjadi tidak kaku serta
lebih variatif.
Contoh:
1a. Jumlah wisatawan kembali meningkat di Bali pasca tertangkapnya
para tersangka peledak, bom Bali yang menghebohkan dunia itu. Para
wisatawan merasa tak akan ada lagi aksi terorisme di Pulau Bali tersebut.
Sebelumnya kunjungan wisatawan di Bali merosot drastis.
1b. Jumlah wisatawan kembali meningkat di Bali pasca tertangkapnya
para tersangka peledak, bom Bali yang menghebohkan dunia itu. Para
turis asing merasa tak akan ada lagi aksi terorisme di Pulau Dewata
tersebut. Sebelumnya kunjungan wisman di Bali merosot drastis.
2a. Polisi tidak mentoleransi adanya aksi unjuk rasa saat pemilihan umum
daerah berlangsung, yang pasti akan mengganggu jalan pemilihan
umum daerah tersebut. Setiap aksi unjuk rasa akan ditindak tegas oleh
polisi, siapa pun dan dari mana pun unjuk rasa itu berasal.
2b. Aparat keamanan tidak mentolerasi adanya demonstrasi saat pemilihan
umum daerah berlangsung yang pasti akan mengganggu jalannya
pesta demokrasi tersebut. Setiap aksi demontrasi akan ditindak tegas
oleh polisi, siapapun dan dari manapun aksi massa itu berasal.
C. Makna Leksikal, Kontekstual, Struktural, dan
Makna Metaforis
Pilihan kata juga berkaitan dengan pertimbangan menggunakan kata
yang memiliki makna-makna tertentu. Sebuah kata tidak serta-merta hanya
memiliki satu makna atau pengertian. Tapi, sebuah kata dapat dimaknai
secara leksikal, kontekstual, ataupun struktural. Yang dimaksud dengan
makna leksikal ialah makna yang sesuai dengan konsep yang digambarkan
pada kata tersebut. Makna leksikal disebut juga makna yang sesuai dengan
referensial kata tersebut. Contoh kata kerbau adalah binatang mamalia
bertanduk yang makanannya rumput atau sejenis sapi, sedangkan makna
kontekstual ialah makna yang muncul sesuai dengan konteks kata tersebut
dipergunakan. Artinya, makna tersebut muncul sebagai makna tambahan
di samping makna sebenarnya berupa kesan-kesan yang ditimbulkan oleh
sebab situasi tertentu, misalnya ungkapan dasar kerbau, kerjaannya makan tidur
saja tentu yang dimaksud kerbau bukan binatang bertanduk tapi menunjuk
pada manusia. Contoh lain ialah kata kursi, secara leksikal maknanya adalah
tempat untuk duduk. Kursi pada kalimat banyak kursi yang nilainya puluhan
juta saat pemilu, bermakna jabatan yang diperjualbelikan.
Selain makna leksikal dan kontekstual, ada makna struktural atau
gramatikal. Makna struktural adalah makna yang muncul akibat kata
mengalami proses afiksasi atau penambahan imbuhan serta proses
reduplikasi dan proses komposisi. Kata terdengar, misalnya pada kalimat
suaranya terdengar sampai ke belakang berarti dapat didengar tapi kata terdengar yang memiliki kata dasar sama yaitu dengar, pada kalimat rencana
jahatnya terdengar oleh tetangganya berarti tidak sengaja. Demikian pula pada
kata buku dengan buku-buku yang mengalami reduplikasi menimbulkan
makna jamak yang artinya banyak buku makna yang berbeda juga dapat
ditimbulkan oleh akibat komposisi kata. Misalnya, kata sate ayam tidak sama
maknanya dengan sate madura yang pertama menunjukkan bahan dan yang
kedua menunjukkan tempat.
Makna metaforis adalah makna yang ditimbulkan oleh adanya unsur
perbandingan di antara dua hal yang memiliki ciri makna yang sama.
Contoh kata kaki dengan ungkapan kaki langit, kaki gunung, dan kaki meja.
Kaki tetap menunjukkan bagian bawah, namun ungkapan kaki langit
bermakna horizon, kaki gunung berarti lembah, dan kaki meja adalah tiangtiang penyanggah meja. Benda yang ditunjukkan berbeda tetapi memiliki
kemiripan keberadaan, yaitu di bagian bawah. Demikian pula dengan kata
kepala yang membentuk perbandingan kepala kereta, kepala pemerintahan, dankepala sekolah. Kata jatuh yang membentuk kata-kata jatuh cinta, jatuh miskin,
jatuh bangun, jatuh hati, dan sebagainya. Gaya bahasa ini kemudian disebut
dengan polisemi.
Makna metaforis juga dapat berbentuk ungkapan jika dilihat dari segi
ekspresi kebahasaannya, yaitu dalam usaha penutur untuk menyampaikan
pikiran, perasaan, dan emosinya dalam bentuk-bentuk satuan bahasa
tertentu yang dianggap tepat, seperti ungkapan panggung dunia, bunga
desa, bintang kelas, jendela informasi, dan bahtera rumah tangga.
Beberapa kata di dalam bahasa Indonesia dapat dimaknai secara
leksikal, kontekstual, struktural, atau metaforis bergantung pada kebutuhan
penggunaannya. Hanya saja kita harus dapat membedakan makna-makna
kata tersebut sehingga dapat menggunakannya secara tepat. Perhatikan
tabel berikut.
emosinya dalam bentuk-bentuk satuan bahasa tertentu yang dianggap tepat, seperti
ungkapan panggung dunia, bunga desa, bintang kelas, jendela informasi, dan bahtera rumah
tangga.
Beberapa kata di dalam bahasa Indonesia dapat dimaknai secara leksikal, kontekstual,
struktural, atau metaforis tergantung pada kebutuhan penggunaannya. Hanya saja kita harus
dapat membedakan makna-makna kata tersebut sehingga dapat menggunakannya secara tepat.
Perhatikan tabel berikut:
No Kata
Makna Kata
leksikal kontekstual struktural metaforis
1. kursi bangku, tempat
duduk
berebut kursi:
jabatan
berkursi:
menggunakan kursi
kursi malas
2. nomor angka, bilangan punya nomor:
pegawai negeri
menomori:
memberikan nomor
nomor jitu
3. angin udara, hawa bagai angin: tak
tentu arah
angin-anginan:
tidak tetap
angin duduk
4. gelap suram, kelam Kulit gelap:
kulit hitam
menggelapkan:
membuat jadi gelap
pasar gelap,
gelap mata
5. jatuh tersungkur jatuh: gugur,
gagal
berjatuhan: jatuh
satu-satu
jatuh bangun
D. Majas dan Pribahasa
1. Majas
Gejala memperbandingkan pun terjadi pada bentuk-bentuk majas seperti majas perbandingan.
Yang termasuk majas perbandingan ialah: maja
D. Majas dan Peribahasa
1. Majas
Gejala memperbandingkan pun terjadi pada bentuk-bentuk majas
seperti majas perbandingan. Yang termasuk majas perbandingan ialah:
majas perumpamaan, majas metafora, majas personifikasi, majas alegori,
dan majas antitesis.
1) Majas perumpamaan, ialah majas perbandingan dua hal yang pada
hakekatnya berlainan dan sengaja dianggap sama. Perbandingan ini
ditandai oleh pemakaian kata seperti: bagaikan, ibarat, umpama, laksana,
dan seperti.
Contoh:
a. Larinya cepat laksana kilat.
b. Mukanya pucat bagaikan mayat.
c. Suaranya menggelagar seperti halilintar.
2) Majas metafora, ialah majas perbandingan yang paling singkat ,
padat, tersusun rapi. Di dalamnya, terlibat dua ide: yang satu adalah
suatu kenyataan dan satunya lagi merupakan perbandingan terhadap
kenyataan tadi.
Contoh;
a. Nani jinak-jinak merpati.
b. Dia anak emas pamanku.
c. Bapak tulang punggung keluarga kita.
3) Majas personifikasi, adalah jenis majas yang melekatkan sifat-sifat
insani kepada barang yang tidak bernyawa atau benda abstrak.
Contoh:
a. Angin meraung-raung.
b. Nyiur melambai-lambai.
c. Ombak menerjang karang.
4) Majas alegori, ialah cerita yang diceritakan dengan lambang-lambang.
Alegori biasanya berisi tentang moral dan hal-hal yang berkaitan
dengan spiritual manusia. Alegori dapat berbentuk puisi maupun
prosa. Bentuk alegori singkat misalnya, fabel dan farabel. Fabel adalah
sejenis alegori yang di dalamnya terdapat tokoh-tokoh binatang yang
dapat berbicara dan bertingkah laku seperti manusia.
Contoh:
a. Kancil dan buaya
b. Kancil dan kura-kura
c. Tom dan Jerry
Farabel adalah cerita singkat yang mengemukakan masalah moralmisalnya cerita para nabi atau cerita orang-orang saleh. Sekarang
banyak muncul pula cerita yang penuh hikmah dari buah kebaikan
atau akibat perbuatan buruk seperti dalam kisah Rahasia Ilahi, dan
Pintu Hidayah.
5) Majas antitesis, ialah sejenis majas yang mengadakan komparasi atau
perbandingan antara dua antonim (majas ini bersifat perlawanan).
Contoh:
a. Dia bergembira ria atas kegagalan dalam ujian itu.
b. Setelah ditodong, ia malah menolong penjahat itu.
c. Orang tua itu bergembira atas pernikahan putrinya, sekaligus
merasa was-was dengan masa depannya.
2. Peribahasa
Gaya bahasa perbandingan juga dapat berbentuk peribahasa. Peribahasa
adalah kalimat atau kelompok perkataan yang tetap susunannya dan
biasanya mengiaskan sesuatu maksud tertentu. Zaman dahulu peribahasa
merupakan sarana untuk mengungkapkan penilaian, nasihat, gurauan,
atau sindiran. Di dalam peribahasa, terdapat simbol atau lambang-lambang
yang dianggap mewakili maksud yang ingin diungkapkan.
Contoh peribahasa:
1. Datang tampak muka, pergi tampak punggung.
Artinya: Datang dengan baik, pergi pun harus dengan baik pula.
2. Sepala-pala mandi biar basah.
Artinya: Mengerjakan sesuatu perbuatan hendaklah sempurna,
jangan separuh-paruhnya.
3. Arang habis, besi tak kimpal.
Artinya: Kerugian sudah banyak, maksud tak sampai.
4. Besar pasak daripada tiang.
Artinya: Besar pengeluaran daripada penghasilan.
5. Bagai mencencang air.
Artinya: Mengerjakan pekerjaan yang sia-sia.
6. Bagai telur di ujung tanduk.
Artinya: Keadaan yang sudang gawat atau genting.
7. Bagai anak ayam kehilangan induk.
Artinya: Seseorang yang tidak punya pegangan, hidupnya tak
tentu arah.
E. Pilihan Kata dalam Laras Bahasa
Pada pelajaran terdahulu, sudah dijelaskan tentang laras bahasa. Laras
bahasa adalah ciri khas suatu penggunaan bahasa pada kelompok atau
lingkungan pemakai bahasa tertentu. Kekhususan tersebut meliputi pilihan
kata, ungkapan, istilah, ragam bahasa, dan gaya penuturan. Misalnya,
laras bahasa hukum akan banyak menggunakan istilah atau kosakata
yang berkaitan dengan hukum, aturan, dan perundang-undangan. Karena
bersifat penjelasan mengenai peraturan, biasanya kalimat dalam bahasa
hukum panjang-panjang atau berbentuk kalimat luas.
Lain lagi dengan bahasa sastra, lebih banyak menggunakan kata
bermakna konotasi atau simbolik. Kalimatnya pun panjang namun banyak
perumpamaan atau bersifat metaforis. Bahasa pers lebih cenderung
menghemat kata atau sering menghilangkan bentuk imbuhan dalam
bentukan kata. Kalimatnya pun bersifat lugas dan apa adanya.
Contoh bahasa hukum:
“Jika tindak pidana psikotropika sebagaimana dimaksud dalam Pasal
60, Pasal 61, Pasal 62, Pasal 63, dan Pasal 64, dilakukan oleh korporasi, maka
di samping pidananya pelaku tindak pidana, kepada korporasi dikenakan
pidana denda sebesar 2 (dua) kali pidana denda yang berlaku untuk
tindak pidana tersebut dan dapat dijatuhkan pidana penambahan berupa
pencabutan izin usaha.”
Contoh bahasa pers:
a. “ PT. Natural belum beri Keputusan.”
b. “ Pasokan Melimpah, Permintaan Beras Turun.”
c. “ Petani Tak Mampu Penuhi Persyaratan Bank.”
No comments:
Post a Comment