Tugas 2
Mengevaluasi Teks Pantun
Pada pantun lama, sampiran dan isi memiliki hubungan yang sangat erat. Pantun
berikut ini, misalnya, memperlihatkan hal itu.
Jika ada sumur di ladang,
bolehlah kita menumpang mandi.
Jika ada umur yang panjang,
bolehlah kita berjumpa lagi.
Hubungan antara sampiran dan isi pada pantun tersebut tidak hanya pada
kesamaan rima: ng/i/ng/i, tetapi juga terletak pada kandungan maknanya. Kemungkinan
seseorang dapat menumpang mandi (baris kedua) dan dapat berjumpa lagi (baris
keempat) ditentukan oleh dua hal yang memiliki kadar ketermungkinannya sama:
keberadaan sumur di ladang (baris pertama) dan keberadan umur yang panjang (baris
ketiga). Padahal, semua orang tahu bahwa tidak semua ladang memiliki sumur dan
tidak semua orang memiliki umur (yang panjang). Keberadaan sumur di ladang
yang memungkinkan orang dapat menumpang mandi (sampiran), dengan demikian,
sangat berkorelasi dengan keberadaan umur panjang yang memungkinkan orang dapat
berjumpa lagi (isi). Dengan kata lain, jika tidak ada sumur di ladang dan tidak ada umur
yang panjang, harapan (orang) untuk dapat menumpang mandi dan dapat berjumpa
lagi itu pun akan sirna.
Dalam perkembangannya (terutama pada pantun modern), hubungan antara
sampiran dan isi pantun tidaklah erat, bahkan tidak memiliki hubungan secara subtansi.
Oleh karena itu, meskipun secara subtansi tidak berhubungan, sampiran pantun berikut
ini tetap dapat membayangkan isinya.
Air dalam bertambah dalam,
hujan di hulu belum lagi teduh.
Hari kelam bertambah kelam,
sakit di dada belum lagi sembuh.
Berbeda halnya dengan pantun berikut ini.
Anak Pak Dolah makan lepat,
makan lepat sambil melompat.
Nak hantar kad raya dah tak sempat,
pakai sms pun ok wat?
Dalam pantun itu, sampiran (Anak Pak Dolah makan lepat/makan lepat sambil
melompat) benar-benar hanya berfungsi sebagai penyedia rima/sajak dan irama untuk
isi (nak hantar kad raya dah tak sempat/pakai sms pun ok wat?). Kesan mempermudah
pemahaman isi sama sekali tidak tampak karena pilihan katanya terlalu liar, tidak
menyarankan sesuatu. Dengan kata lain, pada kebanyakan pantun modern, sampiran
dibuat secara asal-asalan (hanya sebagai pelengkap) dan tidak lagi merupakan
pembayang isi yang mencerminkan kearifan dan kepiawaian seseorang dalam
memahami perilaku alam/suasana sekitar (sebagai latar) yang dijalin dengan penuh
logika, wawasan, kewajaran, keindahan, dan perpaduan yang masuk akal (Ensiklopedia
Sastra Riau, 2011).
Tugas kalian selanjutnya adalah mengevaluasi beberapa teks pantun berikut
berdasarkan struktur teks yang berkaitan dengan ciri kebahasaannya, serta makna yang
terkandung di dalam teks tersebut.
(1) Menurut kalian bagaimana hubungan sampiran dan isi yang menjadi struktur
beberapa teks pantun berikut? Apakah secara substansi, keduanya saling
berkaitan?
(2) Apakah fungsi masing-masing sampiran pada teks pantun yang ada
mempermudah pemahaman isi?
(3) Dalam setiap bait teks pantun yang ada berikut, apakah sudah memiliki rima
teks pantun yang ideal, dan apabila dilantunkan akan menghasilkan ritme
yang indah?
(4) Cobalah kalian tafsirkan masing-masing makna isi teks pantun yang ada
berikut!
(5) Uraikan semua jawaban kalian untuk pertanyaan butir (1), (2), (3), dan (4)
pada tempat yang tersedia di bawah ini.
(a) Kuda perang berpacu kencang,
kuda beban berjalan pelan.
Maafkan aku berteriak lantang,
mohon maafkan segala kesalahan.
_______________________________
_______________________________
_______________________________
_______________________________
(b) Bunga kenanga di atas kubur,
pucuk sari pandan jawa.
Apa guna sombong dan takabur,
rusak hati badan binasa.
_______________________________
_______________________________
_______________________________
_______________________________
(c) Asam kandis asam gelugur,
ketiga asam si riang-riang.
Menangis mayat di pintu kubur,
teringat badan tidak sembahyang.
_______________________________
_______________________________
_______________________________
_______________________________
(d) Buah langsat kuning cerah,
keduduk tidak berbunga lagi.
Sudah dapat gading bertuah,
tanduk tidak berguna lagi
_______________________________
_______________________________
_______________________________
_______________________________
(e) Berburu ke padang datar,
dapat rusa belang kaki.
Berguru kepalang ajar,
bagai bunga kembang tak jadi.
_______________________________
_______________________________
_______________________________
_______________________________
(f) Embacang masak mempelam manis,
makanan anak bidadari.
Bintang terisak bulan menangis,
hendak bertemu si matahari.
_______________________________
_______________________________
_______________________________
_______________________________
(g) Pokok pakis tumbuh di hutan,
tumbang melepa di atas duri.
Pulau menangis kering lautan,
ikan juga menghempas diri.
_______________________________
_______________________________
_______________________________
_______________________________
(h) Kemumu di dalam semak,
jatuh melayang seleranya.
Mesti ilmu setinggi tegak,
tidak sembahyang apa gunanya.
_______________________________
_______________________________
_______________________________
_______________________________
(i) Mari kita mencari zaitun,
tiada zaitun pinang pun jadi.
Tanjungpinang negeri pantun,
indah permai cantik berseri.
_______________________________
_______________________________
_______________________________
_______________________________
(j) Kalau mengail di lubuk dangkal,
dapat ikan penuh seraga.
Kalau kail panjang sejengkal,
jangan laut hendak diduga.
_______________________________
_______________________________
_______________________________
_______________________________
buku pegangan siswa bahasa Indonesia ekspresi diri dan akademik kelas XI
Mengevaluasi Teks Pantun
Pada pantun lama, sampiran dan isi memiliki hubungan yang sangat erat. Pantun
berikut ini, misalnya, memperlihatkan hal itu.
Jika ada sumur di ladang,
bolehlah kita menumpang mandi.
Jika ada umur yang panjang,
bolehlah kita berjumpa lagi.
Hubungan antara sampiran dan isi pada pantun tersebut tidak hanya pada
kesamaan rima: ng/i/ng/i, tetapi juga terletak pada kandungan maknanya. Kemungkinan
seseorang dapat menumpang mandi (baris kedua) dan dapat berjumpa lagi (baris
keempat) ditentukan oleh dua hal yang memiliki kadar ketermungkinannya sama:
keberadaan sumur di ladang (baris pertama) dan keberadan umur yang panjang (baris
ketiga). Padahal, semua orang tahu bahwa tidak semua ladang memiliki sumur dan
tidak semua orang memiliki umur (yang panjang). Keberadaan sumur di ladang
yang memungkinkan orang dapat menumpang mandi (sampiran), dengan demikian,
sangat berkorelasi dengan keberadaan umur panjang yang memungkinkan orang dapat
berjumpa lagi (isi). Dengan kata lain, jika tidak ada sumur di ladang dan tidak ada umur
yang panjang, harapan (orang) untuk dapat menumpang mandi dan dapat berjumpa
lagi itu pun akan sirna.
Dalam perkembangannya (terutama pada pantun modern), hubungan antara
sampiran dan isi pantun tidaklah erat, bahkan tidak memiliki hubungan secara subtansi.
Oleh karena itu, meskipun secara subtansi tidak berhubungan, sampiran pantun berikut
ini tetap dapat membayangkan isinya.
Air dalam bertambah dalam,
hujan di hulu belum lagi teduh.
Hari kelam bertambah kelam,
sakit di dada belum lagi sembuh.
Berbeda halnya dengan pantun berikut ini.
Anak Pak Dolah makan lepat,
makan lepat sambil melompat.
Nak hantar kad raya dah tak sempat,
pakai sms pun ok wat?
Dalam pantun itu, sampiran (Anak Pak Dolah makan lepat/makan lepat sambil
melompat) benar-benar hanya berfungsi sebagai penyedia rima/sajak dan irama untuk
isi (nak hantar kad raya dah tak sempat/pakai sms pun ok wat?). Kesan mempermudah
pemahaman isi sama sekali tidak tampak karena pilihan katanya terlalu liar, tidak
menyarankan sesuatu. Dengan kata lain, pada kebanyakan pantun modern, sampiran
dibuat secara asal-asalan (hanya sebagai pelengkap) dan tidak lagi merupakan
pembayang isi yang mencerminkan kearifan dan kepiawaian seseorang dalam
memahami perilaku alam/suasana sekitar (sebagai latar) yang dijalin dengan penuh
logika, wawasan, kewajaran, keindahan, dan perpaduan yang masuk akal (Ensiklopedia
Sastra Riau, 2011).
Tugas kalian selanjutnya adalah mengevaluasi beberapa teks pantun berikut
berdasarkan struktur teks yang berkaitan dengan ciri kebahasaannya, serta makna yang
terkandung di dalam teks tersebut.
(1) Menurut kalian bagaimana hubungan sampiran dan isi yang menjadi struktur
beberapa teks pantun berikut? Apakah secara substansi, keduanya saling
berkaitan?
(2) Apakah fungsi masing-masing sampiran pada teks pantun yang ada
mempermudah pemahaman isi?
(3) Dalam setiap bait teks pantun yang ada berikut, apakah sudah memiliki rima
teks pantun yang ideal, dan apabila dilantunkan akan menghasilkan ritme
yang indah?
(4) Cobalah kalian tafsirkan masing-masing makna isi teks pantun yang ada
berikut!
(5) Uraikan semua jawaban kalian untuk pertanyaan butir (1), (2), (3), dan (4)
pada tempat yang tersedia di bawah ini.
(a) Kuda perang berpacu kencang,
kuda beban berjalan pelan.
Maafkan aku berteriak lantang,
mohon maafkan segala kesalahan.
_______________________________
_______________________________
_______________________________
_______________________________
(b) Bunga kenanga di atas kubur,
pucuk sari pandan jawa.
Apa guna sombong dan takabur,
rusak hati badan binasa.
_______________________________
_______________________________
_______________________________
_______________________________
(c) Asam kandis asam gelugur,
ketiga asam si riang-riang.
Menangis mayat di pintu kubur,
teringat badan tidak sembahyang.
_______________________________
_______________________________
_______________________________
_______________________________
(d) Buah langsat kuning cerah,
keduduk tidak berbunga lagi.
Sudah dapat gading bertuah,
tanduk tidak berguna lagi
_______________________________
_______________________________
_______________________________
_______________________________
(e) Berburu ke padang datar,
dapat rusa belang kaki.
Berguru kepalang ajar,
bagai bunga kembang tak jadi.
_______________________________
_______________________________
_______________________________
_______________________________
(f) Embacang masak mempelam manis,
makanan anak bidadari.
Bintang terisak bulan menangis,
hendak bertemu si matahari.
_______________________________
_______________________________
_______________________________
_______________________________
(g) Pokok pakis tumbuh di hutan,
tumbang melepa di atas duri.
Pulau menangis kering lautan,
ikan juga menghempas diri.
_______________________________
_______________________________
_______________________________
_______________________________
(h) Kemumu di dalam semak,
jatuh melayang seleranya.
Mesti ilmu setinggi tegak,
tidak sembahyang apa gunanya.
_______________________________
_______________________________
_______________________________
_______________________________
(i) Mari kita mencari zaitun,
tiada zaitun pinang pun jadi.
Tanjungpinang negeri pantun,
indah permai cantik berseri.
_______________________________
_______________________________
_______________________________
_______________________________
(j) Kalau mengail di lubuk dangkal,
dapat ikan penuh seraga.
Kalau kail panjang sejengkal,
jangan laut hendak diduga.
_______________________________
_______________________________
_______________________________
_______________________________
buku pegangan siswa bahasa Indonesia ekspresi diri dan akademik kelas XI
No comments:
Post a Comment