Kegiatan 1 Pembangunan Konteks dan Pemodelan Teks Pantun

Kegiatan 1
Pembangunan Konteks dan Pemodelan Teks Pantun

Rasa Sayange
Rasa sayange rasa sayang sayange,
eeee lihat Ambon dari jauh rasa sayang sayange.
Rasa sayange rasa sayang sayange,
eeee lihat Ambon dari jauh rasa sayang sayange.
Ayam hitam telurnya putih,
mencari makan di pinggir kali.
Orang hitam giginya putih,
kalau tertawa manis sekali.
Pulau Pandan jauh di tengah,
di balik pulau si angsa dua.
Hancur badan di kandung tanah,
budi baik dikenang jua.
Kalau ada sumur di ladang,
boleh kita menumpang mandi.
Kalau ada umur yang panjang,
boleh kita berjumpa lagi.
Lagu “Rasa Sayange” merupakan lagu daerah yang berasal dari Maluku, Indonesia.
Untuk mengungkapkan rasa sayang terhadap lingkungan, rakyat Maluku selalu
menyanyikan lagu ini. Dalam pergaulan sehari-hari pun mereka kerap menyanyikannya.
Tradisi ini sudah dilakukan secara turun-temurun.
Jika kalian perhatikan, beberapa bait pantun mengikuti kalimat Rasa sayange
rasa sayang sayange, eeee lihat Ambon dari jauh rasa sayang sayange. Pantun tersebut
diciptakan sendiri oleh pelantun lagu sesuai dengan maksud dan tujuan lagu itu
dinyanyikan. Pada bagian akhir, lagu selalu ditutup dengan syair Kalau ada sumur
di ladang, boleh kita menumpang mandi. Kalau ada umur yang panjang, boleh kita
berjumpa lagi.
Pantun merupakan salah satu jenis sastra lisan yang berbentuk puisi. Pantun
dikenal di berbagai daerah di Indonesia dengan nama yang berbeda-beda. Dalam bahasa
Minang, pantun berasal dari kata patuntun ‘petuntun’. Dalam bahasa Jawa, pantun
dikenal dengan nama parikan dan dalam bahasa Sunda dikenal dengan paparikan.
Pada masyarakat Batak, pantun dikenal dengan sebutan umpama atau ende-ende, dan
masyarakat Toraja menyebutnya dengan londe. Orang Aceh dan Ambon juga mengenal
pantun dan menyebutnya dengan panton, sedangkan orang Bengkulu menyebutnya
dengan rejong. Hampir setiap daerah di Indonesia mempunyai bentuk teks pantun
walaupun dengan nama yang berbeda. Penyebaran pantun sampai ke pelosok Nusantara
menjadi bukti bahwa pantun merupakan salah satu sastra lama yang hidup dalam
kebudayaan Indonesia, masih disukai sebagian masyarakat Indonesia, serta merupakan
salah satu kekayaan budaya Indonesia yang perlu kita lestarikan.
Ternyata, selain di Indonesia, di luar negeri pun terdapat teks pantun. Di Eropa,
seperti Spanyol, teks yang sejenis dengan pantun disebut dengan copla, di Bayern
(Jerman) disebut dengan schnadahufle, di Itali dengan nama ritornello, dan di Latvia
disebut dengan daina. Selain itu, Tiongkok, Indo Cina, dan Tibet juga mengenal pantun.
Lahirnya pantun Melayu diawali dengan kebiasaan masyarakat Melayu yang
senang menggunakan kiasan untuk menyampaikan maksud. Pantun merupakan salah
satu bentuk kiasan yang sering digunakan dalam setiap acara, baik acara kelahiran,
pertemuan, pernikahan maupun acara adat. Dengan demikian, pantun merupakan
alat komuniasi yang sangat penting dalam masyarakat Melayu, sehingga dahulu pantun
dapat dijadikan alat untuk mengukur kepandaian seseorang. Orang yang cakap dalam
berpantun dianggap orang yang pandai.
Dalam masyarakat Melayu Indragiri Hulu, Riau, salah satu prosesi adat pernikahan
adalah membacakan Surat Kapal, yang dikenal juga dengan Syair Cenderawasih atau
Cerita Kapal. Syair Cenderawasih itu merupakan pantun yang khusus dibacakan ketika
keturunan bangsawan menikah, baik sesama keturunan bangsawan (raja) maupun salah
satu di antaranya. Sementara itu, Surat Kapal atau Cerita Kapal khusus dibacakan dan
dilantunkan untuk orang kebanyakan (masyarakat umum).
Surat Kapal menceritakan siapa calon pengantin, tempat pertemuan keduanya,
aktivitas mereka, serta latar belakang keluarga dan keturunan mereka. Melalui teks
pantun yang dilantunkan dalam Surat Kapal itu, kedua calon pengantin diminta belajar
banyak filosofis perjalanan kapal. Mereka harus memahami bagaimana melawan ombak
perkawinan, riak kecil perjalanan rumah tangga, dan sebagainya. Dengan bismillah saya mulakan,
Assalamu’alaikum saya ucapkan.
Tiada lain untuk tujuan,
surat kapal saya bacakan.
Rumpun bambu di tepi perigi,
tumbuh rebung menjadi buluh.
Ampun hamba tegak berdiri,
wujudnya hamba tegak bersimpuh.
Sebagai sebuah media komunikasi, teks pantun berperan sebagai alat pemelihara
bahasa. Selain itu, pantun juga diyakini sebagai penjaga alur berpikir manusia. Di
samping melatih seseorang berpikir secara logis tentang makna kata, pantun juga
melatih seseorang untuk berpikir secara asosiatif tentang kaitan kata yang satu dengan
yang lainnya. Dengan demikian, pantun mencerminkan kepiawaian seseorang dalam
berpikir dan bermain-main dengan kata.
Untuk melihat peranan pantun dalam masyarakat Melayu, kalian bisa memahami
beberapa pantun berikut.
Apa guna orang bertenun,
untuk membuat pakaian adat.
Apa guna orang berpantun,
untuk memberi petuah amanat.
Apa guna orang bertenun,
untuk membuat kain selendang.
Apa guna orang berpantun,
untuk memberi hukum dan undang.
Apa guna orang bertenun,
untuk membuat kain dan baju.
Untuk apa orang berpantun,
untuk menimba berbagai ilmu.
Kalau hendak berlabuh pukat,
carilah pancang kayu berdaun.
Kalau kurang mengetahui adat,
carilah orang tahu berpantun.
Bagi orang Melayu karena dianggap memiliki peranan penting dalam
menyebarluaskan nilai asas kemelayuan, pantun dijadikan media tunjuk ajar. Tunjuk
ajar yang diwujudkan ke dalam beragam jenis pantun itu sering ditampilkan dalam
berbagai kegiatan, baik dalam upacara adat dan tradisi maupun dalam kegiatan seharihari.
Di samping itu, pantun juga dimanfaatkan sebagai media hiburan, penyampai
aspirasi, serta pengekal tali persaudaraan. Oleh karena itu, agar tidak mendapat malu
dalam pergaulan, pada umumnya orang Melayu selalu berupaya agar pandai berpantun.
(1) Apakah kalian masih menemukan pantun di lingkungan tempat tinggal kalian?
(2) Dalam prosesi apa saja dapat kalian temukan pantun?
(3) Tahukah kalian apa peranan pantun tersebut dalam kehidupan? (4) Apakah
semua golongan (tua atau muda) menggunakan pantun sebagai media
berkomunikasi?(5) Teks pantun seperti apa yang pernah kalian dengar? Coba
bacakan pantun tersebut di depan teman kalian.


buku pegangan bahasa Indonesia ekspresi diri dan akademik kelas XI

No comments:

Post a Comment