Tugas 4
Menemukan Teks Prosedur dalam Cerita Pendek
Kerjakan tugas ini sesuai dengan petunjuk pada setiap nomor!
(1) Untuk melaksanakan Tugas 4, kalian perlu membaca cerita pendek (cerpen) yang diciptakan oleh Kuntowijoyo ini. Bacaan ini tersedia di buku kumpulan cerpen atau di media internet. Sebelum kalian memulai membaca cerpen, perhatikan pernyataan berikut!
(a) Apa tema cerpen ini?
(b) Siapakah tokoh utama dan bagaimana karakternya?
(c) Di manakah peristiwa yang diceritakan ini terjadi?
(d) Bagaimanakah alur cerita atau urutan kejadiannya?
RT 03 RW 22, JALAN BELIMBING ATAU JALAN “ASMARADANA”
Karya Kuntowijoyo
Ada tragic sense of life, ada comic sense of life. Mereka yang menganggap hidup sebagai tragedi, memandang dunia serba suram, diwakili oleh teman saya Nurhasan. Dia yang tinggi akan melonjok sedikit dan mencapai langit-langit kamar tamu rumah bertingkat yang kami banggakan, “Lha betul to, Perumnas itu, ya, begini. […]
Semua setuju. Jadilah saya Pak RT. Maka Indonesia punya Ketua RT berijazah S3 dari universitas papan atas di Amerika. Dan Ibu Pertiwi punya pengganti Pak RT, istri saya, lulusan universitas Kota New York. Sekali-sekali rapat bulanan RT saya pimpin, sekali-sekali istri saya.
Test-case yang pertama apakah doktor luar negeri bisa jadi Ketua RT ialah mengurus perkara Pak Dwiyatmo dan Said Tuasikal. [...]
Damailah RT, damailah Indonesia! Seminggu kemudian Pak Dwiyatmo berdua pulang. Tapi, apa yang terjadi? Petugas Siskamling yang menjemput jimpitan beras mengatakan bahwa mereka mendengar suara “aneh” di rumah (tepatnya di kamar) Pak Dwiyatmo. Siang hari Pak Dwiyatmo menggergaji keranda itu dan menjadikannya meja-kursi. Ini saya tahu karena saya datang untuk mengunjungi mereka yang temanten baru. Saya juga tahu yang lain. Istri baru itu sedang memotong-motong kain putih calon kain kafan Pak Dwiyatmo. “Ya, itulah yang terjadi,” kata Pak Dwiyatmo membenarkan pikiran saya. Lho! Saya sembunyikan keheranan bahwa dia tahu pikiran saya.
Seminggu kemudian Said datang ke rumah. “Coba, Bapak. Kami sedang mau tidur, tiba-tiba dari kamar sebelah, kami mendengar suara-suara. Ah, beta malu mengatakannya.” Sementara itu, petugas Siskamling melaporkan bahwa suara “aneh” itu pindah ke kamar tamu yang berdempetan dengan kamar tidur di rumah sebelah. Klop!
Saya mencoba menyarankan Said untuk melapisi dinding-dinding dengan gipsum yang kedap suara. “Ala, Bapak ini bagaimana. Kalau beta kaya pasti sudah menyewa rumah di luar Perumnas”. Istrinya menyambung, “Maaf, kalau kata-kata suami saya menyinggung Bapak.” Saya usul, “Kalau begitu, bagaimana kalau kamar tamu diubah jadi tempat tidur?” Katanya, “Ya, besoknya lagi Bapak akan menyarankan kami tidur di halaman.” Lagi istrinya memintakan maaf suaminya. Kemudian lain hari keluarga Said pergi lagi, meninggalkan surat. “Tolong beri tahu beta kalau tetangga sebelah sudah dipanggil Allah.”
Lain dari biasanya, pagi-pagi saya dapat pergi berjamaah ke masjid. Di sana saya bertemu Pak Dwiyatmo. Subhanallah! Saya terkejut. Ia menoleh dan berkata, “Betul saya Dwiyatmo.” Katanya lagi, “Saya berdosa, saya khilaf, saya bertaubat.” Ia melanjutkan sambil sama-sama jalan pulang, “Orang hidup ini harus seperti ikan. Ia berenang-renang di laut, tapi tak pernah jadi asin.” Saya sedang berpikir mungkin sudah waktu untuk mencari Said dan minta dia kembali ke Jalan “Asmaradana”, ketika orang-orang Siskamling mengatakan bahwa suara-suara “aneh” itu berjalan terus. Itukah “berenang-renang”? Wallahualam. Saya mau menegur Pak Dwiyatmo, tetapi rasanya tidak pas. Menyuruh keduanya berunding untuk menyelesaikan perseteruan diam-diam itu, jangan-jangan malah jadi perseteruan terbuka. Jadi saya hanya bagaimana-bagaimana sendiri.
Walhasil, saya gagal jadi Ketua RT, gagal mendamaikan Pak Dwiyatmo dan Said. Saya, doktor ilmu politik berijazah luar negeri! Entah apa yang akan saya katakan pada Said kalau kebetulan ketemu di kampus. Saya juga menghindar setiap mau ketemu orang yang saya persangkakan dari Ambon, nyata atau khayalan, hidup atau mati, di mana saja. Saya sangat malu. Leiriza, Luhulima, Tuhuleley, Patirajawane, Raja Hitu, sepertinya semua berwajah Said Tuasikal.
Saya juga gagal memahami Pak Dwiyatmo. Saya sudah pergi ke empat benua untuk belajar, riset, seminar, dan mengajar. Tetapi, bahkan tentang tetangga saya, Pak Dwiyatmo, saya tidak tahu apa-apa. Pak Dwiyatmo, Pak Dwiyatmo. Manusia itu misteri bagi orang lain.
Tiba-tiba saya merasa bodoh, sangat bodoh.
(Sumber: Kumpulan Cerpen Pilihan Kompas 2005 Jalan Asmaradana belimbing-atau-jalan-asmaradana/)
(2) Setelah kalian membaca cerpen tersebut, coba ceritakan ulang berbagai kejadian yang dialami oleh tokoh cerita. Dalam cerita itu, terdapat peristiwa seorang ketua RT yang ditokohkan itu menerima berbagai keluhan dari warganya dan memberi saran untuk menyelesaikan keluhan.
(3) Setelah kalian menceritakan ulang peristiwa tentang perilaku tokoh cerita dalam cerpen itu, buatlah teks prosedur kompleks yang berjudul “Langkah Ketua RT Menangani Masalah Warga”.
Ingatlah selalu bahwa teks prosedur berisi langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Untuk itu, kalian perlu menyatakan terlebih dahulu apa yang diharapkan oleh tokoh cerita itu dari kepemimpinan warga di lingkungan RT.
Sumber: BSE buku pegangan siswa bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan akademik kelas X
Menemukan Teks Prosedur dalam Cerita Pendek
Kerjakan tugas ini sesuai dengan petunjuk pada setiap nomor!
(1) Untuk melaksanakan Tugas 4, kalian perlu membaca cerita pendek (cerpen) yang diciptakan oleh Kuntowijoyo ini. Bacaan ini tersedia di buku kumpulan cerpen atau di media internet. Sebelum kalian memulai membaca cerpen, perhatikan pernyataan berikut!
(a) Apa tema cerpen ini?
(b) Siapakah tokoh utama dan bagaimana karakternya?
(c) Di manakah peristiwa yang diceritakan ini terjadi?
(d) Bagaimanakah alur cerita atau urutan kejadiannya?
RT 03 RW 22, JALAN BELIMBING ATAU JALAN “ASMARADANA”
Karya Kuntowijoyo
Ada tragic sense of life, ada comic sense of life. Mereka yang menganggap hidup sebagai tragedi, memandang dunia serba suram, diwakili oleh teman saya Nurhasan. Dia yang tinggi akan melonjok sedikit dan mencapai langit-langit kamar tamu rumah bertingkat yang kami banggakan, “Lha betul to, Perumnas itu, ya, begini. […]
Semua setuju. Jadilah saya Pak RT. Maka Indonesia punya Ketua RT berijazah S3 dari universitas papan atas di Amerika. Dan Ibu Pertiwi punya pengganti Pak RT, istri saya, lulusan universitas Kota New York. Sekali-sekali rapat bulanan RT saya pimpin, sekali-sekali istri saya.
Test-case yang pertama apakah doktor luar negeri bisa jadi Ketua RT ialah mengurus perkara Pak Dwiyatmo dan Said Tuasikal. [...]
Damailah RT, damailah Indonesia! Seminggu kemudian Pak Dwiyatmo berdua pulang. Tapi, apa yang terjadi? Petugas Siskamling yang menjemput jimpitan beras mengatakan bahwa mereka mendengar suara “aneh” di rumah (tepatnya di kamar) Pak Dwiyatmo. Siang hari Pak Dwiyatmo menggergaji keranda itu dan menjadikannya meja-kursi. Ini saya tahu karena saya datang untuk mengunjungi mereka yang temanten baru. Saya juga tahu yang lain. Istri baru itu sedang memotong-motong kain putih calon kain kafan Pak Dwiyatmo. “Ya, itulah yang terjadi,” kata Pak Dwiyatmo membenarkan pikiran saya. Lho! Saya sembunyikan keheranan bahwa dia tahu pikiran saya.
Seminggu kemudian Said datang ke rumah. “Coba, Bapak. Kami sedang mau tidur, tiba-tiba dari kamar sebelah, kami mendengar suara-suara. Ah, beta malu mengatakannya.” Sementara itu, petugas Siskamling melaporkan bahwa suara “aneh” itu pindah ke kamar tamu yang berdempetan dengan kamar tidur di rumah sebelah. Klop!
Saya mencoba menyarankan Said untuk melapisi dinding-dinding dengan gipsum yang kedap suara. “Ala, Bapak ini bagaimana. Kalau beta kaya pasti sudah menyewa rumah di luar Perumnas”. Istrinya menyambung, “Maaf, kalau kata-kata suami saya menyinggung Bapak.” Saya usul, “Kalau begitu, bagaimana kalau kamar tamu diubah jadi tempat tidur?” Katanya, “Ya, besoknya lagi Bapak akan menyarankan kami tidur di halaman.” Lagi istrinya memintakan maaf suaminya. Kemudian lain hari keluarga Said pergi lagi, meninggalkan surat. “Tolong beri tahu beta kalau tetangga sebelah sudah dipanggil Allah.”
Lain dari biasanya, pagi-pagi saya dapat pergi berjamaah ke masjid. Di sana saya bertemu Pak Dwiyatmo. Subhanallah! Saya terkejut. Ia menoleh dan berkata, “Betul saya Dwiyatmo.” Katanya lagi, “Saya berdosa, saya khilaf, saya bertaubat.” Ia melanjutkan sambil sama-sama jalan pulang, “Orang hidup ini harus seperti ikan. Ia berenang-renang di laut, tapi tak pernah jadi asin.” Saya sedang berpikir mungkin sudah waktu untuk mencari Said dan minta dia kembali ke Jalan “Asmaradana”, ketika orang-orang Siskamling mengatakan bahwa suara-suara “aneh” itu berjalan terus. Itukah “berenang-renang”? Wallahualam. Saya mau menegur Pak Dwiyatmo, tetapi rasanya tidak pas. Menyuruh keduanya berunding untuk menyelesaikan perseteruan diam-diam itu, jangan-jangan malah jadi perseteruan terbuka. Jadi saya hanya bagaimana-bagaimana sendiri.
Walhasil, saya gagal jadi Ketua RT, gagal mendamaikan Pak Dwiyatmo dan Said. Saya, doktor ilmu politik berijazah luar negeri! Entah apa yang akan saya katakan pada Said kalau kebetulan ketemu di kampus. Saya juga menghindar setiap mau ketemu orang yang saya persangkakan dari Ambon, nyata atau khayalan, hidup atau mati, di mana saja. Saya sangat malu. Leiriza, Luhulima, Tuhuleley, Patirajawane, Raja Hitu, sepertinya semua berwajah Said Tuasikal.
Saya juga gagal memahami Pak Dwiyatmo. Saya sudah pergi ke empat benua untuk belajar, riset, seminar, dan mengajar. Tetapi, bahkan tentang tetangga saya, Pak Dwiyatmo, saya tidak tahu apa-apa. Pak Dwiyatmo, Pak Dwiyatmo. Manusia itu misteri bagi orang lain.
Tiba-tiba saya merasa bodoh, sangat bodoh.
(Sumber: Kumpulan Cerpen Pilihan Kompas 2005 Jalan Asmaradana belimbing-atau-jalan-asmaradana/)
(2) Setelah kalian membaca cerpen tersebut, coba ceritakan ulang berbagai kejadian yang dialami oleh tokoh cerita. Dalam cerita itu, terdapat peristiwa seorang ketua RT yang ditokohkan itu menerima berbagai keluhan dari warganya dan memberi saran untuk menyelesaikan keluhan.
(3) Setelah kalian menceritakan ulang peristiwa tentang perilaku tokoh cerita dalam cerpen itu, buatlah teks prosedur kompleks yang berjudul “Langkah Ketua RT Menangani Masalah Warga”.
Ingatlah selalu bahwa teks prosedur berisi langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Untuk itu, kalian perlu menyatakan terlebih dahulu apa yang diharapkan oleh tokoh cerita itu dari kepemimpinan warga di lingkungan RT.
Sumber: BSE buku pegangan siswa bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan akademik kelas X
No comments:
Post a Comment