KARYA FIKSI : CERPEN DAN NOVEL
Pengertian Karya Fiksi
Dunia kesastraan mengenal prosa sebagai salah satu genre sastra disamping genre-genre yang lain. Prosa dalam pengertian kesastraan juga disebut fiksi (fiction). Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan (cerkan) atau cerita hayalan (Nurgiyantoro, 2007:2). Abrams, dalam Nurgiyantoro (2007:2) menyebutkan bahwa fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak menyaran pada kebenaran.
menurut Altenbernd dan Lewis (1966:14), dalam Nurgiyantoro (2007: 2-3), fiksi dapat diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antar manusia. Pengarang mengemukakan hal itu berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan.
Dari beberapa definisi di atas, dapatlah disimpulkan bahwa karya fiksi merupakan suatu karya yang menyaran kepada cerita yang bersifat rekaan, yaitu cerita yang tidak benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata, akan tetapi unsure penciptaannya merupakan pandangan si penulis dari kehidupan nyata disekitar lingkungan si penulis. Oleh karena itu, fiksi merupakan sebuah cerita, dan karenanya terkandung juga di dalamnya tujuan memberikan hiburan kepada pembacanya, disamping itu ada juga tujuan estetis.
Wellek & Warren, dalam Nurgiyantoro (2007:3), menyatakan bahwa membaca sebuah karya fiksi berarti menikmati cerita, menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin. Betapapun saratnya pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditawarkan, sebuah karya fiksi haruslah tetap merupakan cerita yang menarik, tetap merupakan bangunan struktur yang koheren dan tetap mempunyai tujuan estetik.
Dunia kesastraan mengenal prosa sebagai salah satu genre sastra disamping genre-genre yang lain. Prosa dalam pengertian kesastraan juga disebut fiksi (fiction). Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan (cerkan) atau cerita hayalan (Nurgiyantoro, 2007:2). Abrams, dalam Nurgiyantoro (2007:2) menyebutkan bahwa fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak menyaran pada kebenaran.
menurut Altenbernd dan Lewis (1966:14), dalam Nurgiyantoro (2007: 2-3), fiksi dapat diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antar manusia. Pengarang mengemukakan hal itu berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan.
Dari beberapa definisi di atas, dapatlah disimpulkan bahwa karya fiksi merupakan suatu karya yang menyaran kepada cerita yang bersifat rekaan, yaitu cerita yang tidak benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata, akan tetapi unsure penciptaannya merupakan pandangan si penulis dari kehidupan nyata disekitar lingkungan si penulis. Oleh karena itu, fiksi merupakan sebuah cerita, dan karenanya terkandung juga di dalamnya tujuan memberikan hiburan kepada pembacanya, disamping itu ada juga tujuan estetis.
Wellek & Warren, dalam Nurgiyantoro (2007:3), menyatakan bahwa membaca sebuah karya fiksi berarti menikmati cerita, menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin. Betapapun saratnya pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditawarkan, sebuah karya fiksi haruslah tetap merupakan cerita yang menarik, tetap merupakan bangunan struktur yang koheren dan tetap mempunyai tujuan estetik.
Pengertian Novel dan Cerpen
Edgar Alan Poe (Nurgyantoro, 2007: 10), mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam-suatu hal yang kiranya tak mungkin dilakukan untuk sebuah novel.
Cerpen adalah karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman, atau penderitaan orang; kejadian dan sebagainya (baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun yang hanya rekaan belaka) (KBBI, hal:210)
Dari dua pendapat tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa cerpen merupakan suatu karangan yang berupa cerita rekaan yang menuturkan perbuatan dan penngalaman orang yang dapat selesai dibaca sekali duduk artinya tidak terlalu panjang ceritanya.
Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan Orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku (KBBI, hal:788). Abrams, (nuriyantoro, 2007: 9) mengatakan bahwa novel adalah cerita pendek dalam bentuk prosa. Novella (bahasa itali) mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelette, yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek.
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa novel adalah sebuah cerita yang bebentuk prosa yang panjang dan mengandung cerita kehidupan seseorang dengan orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.
Edgar Alan Poe (Nurgyantoro, 2007: 10), mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam-suatu hal yang kiranya tak mungkin dilakukan untuk sebuah novel.
Cerpen adalah karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman, atau penderitaan orang; kejadian dan sebagainya (baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun yang hanya rekaan belaka) (KBBI, hal:210)
Dari dua pendapat tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa cerpen merupakan suatu karangan yang berupa cerita rekaan yang menuturkan perbuatan dan penngalaman orang yang dapat selesai dibaca sekali duduk artinya tidak terlalu panjang ceritanya.
Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan Orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku (KBBI, hal:788). Abrams, (nuriyantoro, 2007: 9) mengatakan bahwa novel adalah cerita pendek dalam bentuk prosa. Novella (bahasa itali) mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelette, yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek.
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa novel adalah sebuah cerita yang bebentuk prosa yang panjang dan mengandung cerita kehidupan seseorang dengan orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.
Teori Penulisan Karya Fiksi
Menulis cerpen atau novel pada dasarnya adalah menyampaikan sebuah pengalaman kepada pembacanya. Menulis cerpen bukan sekedar memberitahu sebuah cerita. Dalam membuat suatu cerita, seorang penulis harus mempunyai keterampilan untuk menghidupkan bahan ceritanya (Sumardjo, 2007: 81). Dengan demikian, salah satu yang dapat dilakukan agar kita terampil menghidupkan cerita adalah dengan latihan-latihan menulis.
Untuk membuat suatu cerpen, seorang penulis harus mengerti unsur intrinsik dan ekstrinsik yang membangun suatu cerpen. Nurgiyantoro (2007: 23), menyebutkan bahwa unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Adapun unsur instrinsik itu antara lain: peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa.
Lebih lanjut, Nurgiyantoro (2007), menyebutkan bahwa unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra itu sendiri. Wallek & warren dalam Nurgiyantoro (2007: 24) mengemukakan bahwa unsur ekstrinsik itu antara lain: unsur biografi, unsur psikologi, keadaan lingkungan, dan pandangan hidup pengarang.
Elemen atau unsur-unsur yang membangun sebuah fiksi atau cerita rekaan, novel termasuk didalamnya, terdiri atas tema, fakta cerita, dan sarana cerita. Fakta cerita terdiri atas: tokoh, plot atau alur, dan setting atau latar. Sarana cerita meliputi: unsur judul, sudut pandang, gaya dan nada, dan sebagainya (Suminto, Jabrohim, Anwar, 2001: 105).
Untuk membuat suatu cerpen, seorang penulis harus mengerti unsur intrinsik dan ekstrinsik yang membangun suatu cerpen. Nurgiyantoro (2007: 23), menyebutkan bahwa unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Adapun unsur instrinsik itu antara lain: peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa.
Lebih lanjut, Nurgiyantoro (2007), menyebutkan bahwa unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra itu sendiri. Wallek & warren dalam Nurgiyantoro (2007: 24) mengemukakan bahwa unsur ekstrinsik itu antara lain: unsur biografi, unsur psikologi, keadaan lingkungan, dan pandangan hidup pengarang.
Elemen atau unsur-unsur yang membangun sebuah fiksi atau cerita rekaan, novel termasuk didalamnya, terdiri atas tema, fakta cerita, dan sarana cerita. Fakta cerita terdiri atas: tokoh, plot atau alur, dan setting atau latar. Sarana cerita meliputi: unsur judul, sudut pandang, gaya dan nada, dan sebagainya (Suminto, Jabrohim, Anwar, 2001: 105).
Dari uraian tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa untuk membuat suatu cerpen hal pertama yang harus dilakukan sebagai modal utama dalam membuat karya prosa adalah menguasai terlebih dahulu unsur-unsur yang membangun sebuah karya.
Sebuah cerpen yang baik adalah cerpen yang merupakan suatu kesatuan bentuk, utuh, manunggal, tak ada bagian-bagian yang tak perlu, tetapi juga tak ada sesuatu yang terlalu banyak, semuanya pas, integral, dan mengandung suatu arti (Sumardjo, 2007: 99). Artinya sebuah cerpen harus memberikan sebuah gambaran sesuatu yang tajam, meskipun hanya sebagai cerita pendek.
Semua cerita memiliki sebuah pola atau struktur bentuknya. Struktur ini melibatkan berbagai macam unsur yang membentuk suatu kesatuan atau satu keutuhan (Sumardjo, 2007: 62). Dalam membuat suatu cerita, tentunya seorang penulis menuangkan suatu ide atau gagasan. Ide atau gagasan dalam arti rancangan yang tersusun dalam pikiran, dapat muncul dimana saja dan dipicu oleh apa saja yang ada disekitar kita (Harefa, 2002: 25). Oleh karena itu, ketika ide-ide itu muncul, perlu adanya pemilihan kata agar cerita tersebut menjadi suatu kesatuan yang utuh dan menarik.
Pada dasarnya bentuk cerita disebut plot atau alur. Struktur sebuah cerita secara mudah dapat digambarkan : bagian permulaan, bagian tengah, dan bagian akhir (Sumardjo, 2007: 63-65). Memang bentuk semua cerita demikian. Lebih lanjut Sumardjo menjelaskan bahwa pada bagian permulaan dituturkan tentang apa, siapa, dimana, kapan, dan munculnya konflik. Bagian tengah cerita yakni berisi perkembangan konflik yang diajukan pengarang. Dalam hal ini banyak unsure yang menentukan panjang tidaknya, rumit atau sederhananya cerita. Bagian akhir yakni bagian penutup cerita yang berisi pemecahan konflik atau pemecahan masalah.
Alur menyajikan peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian kepada kita, tidak hanya dalam temporalnya tetapi juga dalam hubungannya secara kebetulan. Pengaluran adalah cara pengarang menyusun alur. Ada pola-pola tertentu yang berulang dan seringkali kita lihat sebagaia kesamaan. Struktur alur secara sederhana sering disusun atas tiga bagian, yaitu: awal, tengah, dan akhir (Jabrohim, Anwar & Sayuti, 2001: 110-111).
Sebuah cerpen yang baik adalah cerpen yang merupakan suatu kesatuan bentuk, utuh, manunggal, tak ada bagian-bagian yang tak perlu, tetapi juga tak ada sesuatu yang terlalu banyak, semuanya pas, integral, dan mengandung suatu arti (Sumardjo, 2007: 99). Artinya sebuah cerpen harus memberikan sebuah gambaran sesuatu yang tajam, meskipun hanya sebagai cerita pendek.
Semua cerita memiliki sebuah pola atau struktur bentuknya. Struktur ini melibatkan berbagai macam unsur yang membentuk suatu kesatuan atau satu keutuhan (Sumardjo, 2007: 62). Dalam membuat suatu cerita, tentunya seorang penulis menuangkan suatu ide atau gagasan. Ide atau gagasan dalam arti rancangan yang tersusun dalam pikiran, dapat muncul dimana saja dan dipicu oleh apa saja yang ada disekitar kita (Harefa, 2002: 25). Oleh karena itu, ketika ide-ide itu muncul, perlu adanya pemilihan kata agar cerita tersebut menjadi suatu kesatuan yang utuh dan menarik.
Pada dasarnya bentuk cerita disebut plot atau alur. Struktur sebuah cerita secara mudah dapat digambarkan : bagian permulaan, bagian tengah, dan bagian akhir (Sumardjo, 2007: 63-65). Memang bentuk semua cerita demikian. Lebih lanjut Sumardjo menjelaskan bahwa pada bagian permulaan dituturkan tentang apa, siapa, dimana, kapan, dan munculnya konflik. Bagian tengah cerita yakni berisi perkembangan konflik yang diajukan pengarang. Dalam hal ini banyak unsure yang menentukan panjang tidaknya, rumit atau sederhananya cerita. Bagian akhir yakni bagian penutup cerita yang berisi pemecahan konflik atau pemecahan masalah.
Alur menyajikan peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian kepada kita, tidak hanya dalam temporalnya tetapi juga dalam hubungannya secara kebetulan. Pengaluran adalah cara pengarang menyusun alur. Ada pola-pola tertentu yang berulang dan seringkali kita lihat sebagaia kesamaan. Struktur alur secara sederhana sering disusun atas tiga bagian, yaitu: awal, tengah, dan akhir (Jabrohim, Anwar & Sayuti, 2001: 110-111).
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa alur adalah unsure pembangun karya sastra yang menjadi landasan cerita dimulai hingga berakhirnya suatu cerita. Hal ini yang perlu diperhatikan oleh seorang penulis. Alur merupakan unsure yang penting dalam membuat suatu cerita, menarik atau tidaknya itu tergantung dari penyusunan alur cerita penulis.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam membuat suatu karya prosa adalah kejernihan pikiran, dan ketepatan bahasa (Sumardjo, 2007: 104). Sebelum menulis hendaknya penulis sudah menyediakan sebuah konsep yang jelas. Apa sebenarnya yang hendak disampaikan kepada pembaca. Penemuan apa yang kira-kira penting buat diketahui pembaca.(Sumardjo, 2007: 106) Harefa (2002: 13), mengatakan bahwa mengarang adalah salah satu cara belajar. Pada saat menulis, berbagai ide dan gagasan yang simpang siur harus mulai disusun secara sistematis agar dapat dipahami oleh orang lain dengan baik. Dengan demikian, dalam membuat suatu karya prosa, seorang penulis dituntut agar mempunyai kejernihan pikiran agar nantinya apa yang diceritakannya itu menjadi rasional (masuk akal) karena pada dasarnya mengarang merupakan mengembangkan sikap rasional dalam diri si pengarang itu sendiri.
Hal lain yang mesti diperhatikan oleh penulis adalah penokohan. Menurut Abrams (Nurgiyantoro, 2007: 165) tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Untuk menjaga efektivitas cerita, sebuah cerpen cukup memiliki sekitar tiga tokoh utama saja, karena terlalu banyak tokoh malah bisa mengaburkan jalan cerita Anda. Jangan terlalu terbawa untuk memaparkan sedetail-detailnya latar belakang tiap tokoh tersebut. Tentukan tokoh mana yang paling penting dalam mendukung cerita dan fokuskan diri padanya. Jika Anda memang jatuh cinta pada tokoh-tokoh Anda, pakailah mereka sebagai dasar dalam novel anda kelak.
(http://pelitaku.sabda.org/tips_dan_trik_menulis_prosa.htm)
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam membuat suatu karya prosa adalah kejernihan pikiran, dan ketepatan bahasa (Sumardjo, 2007: 104). Sebelum menulis hendaknya penulis sudah menyediakan sebuah konsep yang jelas. Apa sebenarnya yang hendak disampaikan kepada pembaca. Penemuan apa yang kira-kira penting buat diketahui pembaca.(Sumardjo, 2007: 106) Harefa (2002: 13), mengatakan bahwa mengarang adalah salah satu cara belajar. Pada saat menulis, berbagai ide dan gagasan yang simpang siur harus mulai disusun secara sistematis agar dapat dipahami oleh orang lain dengan baik. Dengan demikian, dalam membuat suatu karya prosa, seorang penulis dituntut agar mempunyai kejernihan pikiran agar nantinya apa yang diceritakannya itu menjadi rasional (masuk akal) karena pada dasarnya mengarang merupakan mengembangkan sikap rasional dalam diri si pengarang itu sendiri.
Hal lain yang mesti diperhatikan oleh penulis adalah penokohan. Menurut Abrams (Nurgiyantoro, 2007: 165) tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Untuk menjaga efektivitas cerita, sebuah cerpen cukup memiliki sekitar tiga tokoh utama saja, karena terlalu banyak tokoh malah bisa mengaburkan jalan cerita Anda. Jangan terlalu terbawa untuk memaparkan sedetail-detailnya latar belakang tiap tokoh tersebut. Tentukan tokoh mana yang paling penting dalam mendukung cerita dan fokuskan diri padanya. Jika Anda memang jatuh cinta pada tokoh-tokoh Anda, pakailah mereka sebagai dasar dalam novel anda kelak.
(http://pelitaku.sabda.org/tips_dan_trik_menulis_prosa.htm)
No comments:
Post a Comment