A. Pengertian Wacana
Wacana berasal dari bahasa Inggris discourse, yang artinya antara
lain ”Kemampuan untuk maju menurut urutan-urutan yang teratur dan
semestinya.” Pengertian lain, yaitu ”Komunikasi buah pikiran, baik lisan
maupun tulisan, yang resmi dan teratur.” Jadi, wacana dapat diartikan
adalah sebuah tulisan yang teratur menurut urut-urutan yang semestinya
atau logis. Dalam wacan,a setiap unsurnya harus memiliki kesatuan dan
kepaduan.
Setiap wacana memiliki tema sebab tema merupakan hal yang
diceritakan atau diuraikan sepanjang isi wacana. Tema menjadi acuan atau
ruang lingkup agar isi wacana teratur, terarah dan tidak menyimpang ke
mana-mana. Sebelum menulis wacana, seseorang harus terlebih dahulu
menentukan tema, setelah itu baru tujuan. Tujuan ini berkaitan dengan
bentuk atau model isi wacana. Tema wacana akan diungkapkan dalam corak
atau jenis tulisan seperti apa itu bergantung pada tujuan dan keinginan
si penulis. Setelah menetapkan tujuan, penulis akan membuat kerangka
karangan yang terdiri atas topik-topik yang merupakan penjabaran dari
tema. Topik-topik itu disusun secara sistematis. Hal itu dibuat sebagai
pedoman agar karangan dapat terarah dengan memperlihatkan pembagian
unsur-unsur karangan yang berkaitan dengan tema. Dengan itu, penulis
dapat mengadakan berbagai perubahan susunan menuju ke pola yang
sempurna. Membuat kerangka karangan sangat dianjurkan sebelum
penulisan, terutama bagi pengarang pemula.
Kerangka karangan bermanfaat sebagai berikut.
1. Pedoman agar penulisan dapat teratur dan terarah.
2. Penggambaran pola susunan dan kaitan antara ide-ide pokok/topik.
3. Membantu pengarang melihat adanya pokok bahasan yang
menyimpang dari topik dan adanya ide pokok yang sama.
4. Menjadi gambaran secara umum struktur ide karangan sehingga
membantu pengumpulan bahan-bahan pustaka yang diperlukan.
Agar penyusunan kerangka karangan dapat efektif menjadi acuan
pembuatan karangan, langkah yang mesti ditempuh oleh pengarang untuk
menyusun kerangka karangan adalah seperti berikut.
(1) Menentukan tema/topik karangan
(2) Menjabarkan tema ke dalam topik-topik/subtema
(3) Mengembangkan topik-topik menjadi subtopik
(4) Menginvestaris sub-sub topik
(5) Menyeleksi topik dan sub-subtopik yang cocok
(6) Menentukan pola pengembangan karangan
Kerangka karangan dapat ditulis dalam dua bentuk, berikut.
1. Kerangka kalimat, ialah kerangka karangan yang disusun dalam bentuk
kalimat-kalimat lengkap yang menjabarkan ide-ide pokok karangan.
2. Kerangka topik, ialah kerangka karangan yang dituangkan dalam
bentuk frasa dan klausa sehingga tampak lebih praktis.
Penyusunan kerangka karangan dapat berbentuk kalimat dan frasa
atau klausa sekaligus, meskipun yang lebih banyak digunakan adalah
kerangka topik. Berikut contoh kedua bentuk penyusunan kerangka
karangan tersebut.
Contoh kerangka kalimat:
Membuka usaha warnet di tengah perkembangan teknologi informasi.
1. Masuknya ajaran komputer di sekolah-sekolah menambah pengetahuan
tentang teknologi informasi.
2. Perkembangan sarana komputer menjadi sarana jaringan informasi
melalui internet.
3. Penggunaan internet menjadi kebutuhan remaja dan anak sekolah.
4. Memanfaatkan minat remaja dan anak sekolah dengan membuka
warnet.
Contoh kerangka topik
Antisipasi lonjakan arus mudik lebaran :
1. Jumlah Pemudik Lebaran
a. perkiraan lonjakan jumlah pemudik
b. sarana angkutan yang dipersiapkan
c. sarana angkutan yang diandalkan
2. Pengaturan jalur Jakarta-Surabaya
a. jalur utara
b. jalur selatan
c. kemacetan lalu lintas dan usaha pencegahannya
3. Petunjuk pemanfaatan jalur
a. dari DLLAJR
b. dari instansi terkait
B. Jenis-Jenis Wacana
Berdasarkan bentuk atau jenisnya, wacana dibedakan menjadi
wacana narasi, deskripsi, eksposisi, argumentatif, dan persuasi.
1. Narasi
Narasi adalah cerita yang didasarkan pada urut-urutan suatu kejadian
atau peristiwa. Narasi dapat berisi fakta, misalnya biografi (riwayat
seseorang), otobiografi/riwayat hidup seseorang yang ditulisnya sendiri,
atau kisah pengalaman. Narasi seperti ini disebut dengan narasi ekspositoris.
Narasi bisa juga berisi cerita khayal/fiksi atau rekaan seperti yang biasanya
terdapat pada cerita novel atau cerpen. Narasi ini disebut dengan narasi
imajinatif.
Unsur-unsur penting dalam sebuah narasi adalah:
(1) kejadian,
(2) tokoh,
(3) konflik,
(4) alur/plot.
(5) latar yang terdiri atas latar waktu, tempat, dan suasana.
Narasi diuraikan dalam bentuk penceritaan yang ditandai oleh adanya
uraian secara kronologis (urutan waktu). Penggunaan kata hubung yang
menyatakan waktu atau urutan, seperti lalu, selanjutnya, keesokan harinya,
atau setahun kemudian kerap dipergunakanTahapan menulis narasi, yaitu sebagai berikut.
(1) menentukan tema cerita
(2) menentukan tujuan
(3) mendaftarkan topik atau gagasan pokok
(4) menyusun gagasan pokok menjadi kerangka karangan secara
kronologis atau urutan waktu.
(5) mengembangkan kerangka menjadi karangan.
Kerangka karangan yang bersifat naratif dapat dikembangkan dengan
pola urutan waktu. Penyajian berdasarkan urutan waktu adalah urutan
yang didasarkan pada tahapan-tahapan peristiwa atau kejadian. Pola urutan
waktu ini sering digunakan pada cerpen, novel, roman, kisah perjalanan,
cerita sejarah, dan sebagainya.
Contoh:
Kunjungan ke Museum Fatahillah
1. persiapan keberangkatan
2. perjalanan menuju stasiun Kota
3. tiba di tempat tujuan
4. mengamati peninggalan zaman penjajahan Belanda
5. berkumpul kembali di depan ”Meriam Jagur”
6. persiapan pulang
Contoh narasi ekspositoris:
Minta Tolong Malah Dikira Hantu Pocong
Kejadian yang menggelikan sekaligus menegangkan ini terjadi pada
pertengahan bulan Juli 1993, ketika saya baru masuk bekerja di sebuah
klinik yang terletak di daerah Lemabang, dekat dengan PT Pupuk Sriwijaya
(Pusri). Rumah saya berada di daerah Bukit Besar sehingga membutuhkan
waktu lebih kurang 45 menit untuk pergi dari rumah ataupun pulang dari
dinas.
Saat itu, rumah saya belum dilewati oleh bus kota jurusan Bukit
Besar, karena rute bus kota pada waktu itu hanya sampai di dekat wilayah
Kembang Manis. Jadi, terpaksa saya turun di simpang empat lampu merah
Jl. Kapten Arivai, cukup jauh dari rumah untuk berjalan pulang.
Malam itu, jalanan sangat sepi dan gelap karena wilayah yang saya
lewati adalah TPU (Tempat Pemakaman Umum) dan wilayahnya juga
masih banyak hutan serta lampu jalan belum dipasang. Akibatnya, saya
sangat takut berjalan pulang ke rumah sendirian. Apalagi kawasan yang
saya lewati merupakan daerah rawan dan angker. Orang-orang yang lewat
sering diganggu kuntilanak, pocong, serta suara wanita menangis.
Tetapi, kekhawatiran saya agaknya terobati karena dari kejauhan saya
melihat tiga orang lelaki yang tampaknya juga baru pulang dari kerja
dan jalannya searah denganku. Tanpa pikir panjang langsung saja saya
berlari mendekati dan memanggil mereka, ”Mas ..., Mas ... tunggu, Mas!”
Tapi bukannya mendekat, mereka malah berlari dan berteriak ketakutan,
”Tolooong ... ada pocong ..., ada pocong ...!” Karena saya orang yang
agak telmi (telat mikir), setelah mendengar itu saya sendiri malah tambah
ketakutan. Sebab, saya juga sangat takut dengan yang namanya setan atau
semacamnya.
Tetapi, makin saya mendekat, tiga lelaki itu tambah kencang sehingga
tidak terkejar lagi oleh saya. Bahkan satu orang dari mereka nekat memanjat
pagar rumah orang lain untuk menyelamatkan diri.
Setelah melihat baju dinas berwarna putih yang saya kenakan, saya
baru sadar ternyata yang mereka kira pocong adalah saya. Dalam hati
saya berkata, ”Sialan, kirain ada pocong beneran. Ternyata yang disangka
pocong itu aku. Jangankan mendapat kawan, mendekat saja orang takut
kepada saya.”
Setelah saya sampai di rumah dan menceritakan semuanya kepada
anggota keluarga, spontan mereka tertawa terbahak-bahak. Bahkan seorang
keponakan saya memanggil saya dengan sebutan ’Tante Pocong’.
Sejak kejadian itu, tiap kebagian jadwal dinas siang lagi, saat pulang
malam saya tidak pernah memakai baju putih lagi.
(Dikutip dari Republika, Ahad, 25 Maret 2007)
Contoh narasi imajinatif :
NAMAKU EDELWEISS
Namaku Edelwiss alias Anaphalis javanica. Biasanya aku tumbuh
di dataran tinggi atau puncak-puncak gunung. Oleh kalangan Botani,
aku sering disebut tanaman sejenis perdu, dan termasuk anggota famili
Compositae atau disebut juga Asteraceae (sambung-sambungan).
Bungaku kecil sebesar bunga rumput. Orang lebih mengenalku dengan
warna putih daripada warna lainnya. Hidupku bergerombolan di ujung
dahan dengan harum yang khas.
Tinggi batangku dapat mencapai lima meter dengan daun-daun runcing
dan lurus. Bungaku istimewa, tak pernah layu, mekarku abadi sehingga
dijuluki ”bunga abadi”. Sungguh julukan inilah yang menjadi ’beban’
bagiku karena banyak orang menyalahgunakan ’arti’ keabadianku selama
ini! Keabadianku mereka samakan dengan ’cinta abadi’, cinta sepasang
manusia yang tidak memiliki ikatan resmi. Ah ... apalah arti protesku? Toh,
siapa yang perduli dengan rintihanku.
*****
Aku berada di kamar Rieska. Tersusun rapi di atas lemari belajarnya.
Di sampingku ada diktat kuliah, novel, majalah remaja dan ... bunga-bunga
koleksi Rieska!
Tempatnya sengaja disimpan Rieska. Yap! Untuk mengenang siapa
yang memberikannya! Aku memang lebih beruntung dari bunga mawar
yang menjadi pendatang baru di kamar ini. Wajahnya pucat karena air di
dalam vasnya tak pernah diganti Rieska. Sama halnya dengan nasib suplir
yang telah mengering menjadi pembatas buku, lengkap dengan spora yang
masih menempel di tubuhnya, dan anggrek yang merana karena sebagian
kelopak bunganya telah mengering.
Ya ... di antara bunga-bunga milik Rieska, ternyata aku memang
diperlakukan ’istimewa’ oleh majikanku, Rieska! Aku ditaruh di dalam
kotak berwarna biru muda, berlapiskan plastik transparan. Aku sangat
senang dengan perlakuan baik Rieska. Tapi, aku sangat resah dengan label
hitam yang bertulisakan ”Cinta Abadi” yang melekat manis di atas plastik
kotak ini.
”Kamu beruntung, ya, Weis tempatmu terempuk!” komentar mawar
suatu hari saat Rieska berngkat kuliah
”Iya ... Weis, kamu tidak perlu ganti-ganti air seperti aku!” ujar
anggrek.
”Ah, kalian bisa saja,” ujarku pelan.
”Tapi, benar kan memang kamu anak emas! Apa karena kamu
pemberian Ari pacar Rieska anak gunung itu?! Kali ini suara supir dari
balik buku angkat bicara.
Ya, benar aku memang anak emas Reiska. Ia mangambilku ketika dia
mendaki gunung gunung Ceremai, Jawa barat. Aku diberikan kepada
Reiska tepat pada ulang tahun ke-22, enam bulan lalu.”
”Ah ... itu kan pikiran kalian saja kalau aku bahagia ada di sini,
sebenarnya aku nggak terlalu bahagia kok tinggal di sini!” ujarku.
”Kok bisa? Mengapa?” tanya mawar keheranan.
”Aku ingin sekali Reiska menyadari keberadaan kita. Reiska seharusnya
berpikir ada apa di balik kekuasaan Allah yang telah menciptakan kita.
Mereka seharusnya menjaga kita dengan baik. Bukankah Allah menciptakan
mereka untuk menjadi Khalifah di muka bumi ini? Manusia seharusnya
menyayangi dan merawat kita. Mereka seharusnya berpikir andai tidak ada
mawar, anggrek, suplir, atau bunga lainnya, bagaimana? Dunia pasti suram
tanpa penyejuk mata. Beda kalau ada kita, mereka akan merasa senang dan
tenteram bila memandang si mawar yang sedang mekar, suplir yang segar
atau anggrek yang ..... dan seharusnya manusia yang melihat ’keabadianku’
sebagai contoh bagaimana mengabadikan hatinya sebagai rasa syukur ke
hadirat Illahi,” suaraku pelan, mataku mulai berkaca-kaca menahan air
mata yang hampir tertumpah.
”Kamu benar, Weis. seharusnya manusia belajar dari fenomena alam
seperti kita. Lihat bungaku, berwarna merah menawan, wangi yang
merebak. Allah sengaja menciptakan duri-duri kecil di batangku untuk
menjaga kehormatanku dari serangan makhluk yang jahil agar tidak
mudah dipetik begitu saja. Dan kamu juga hidup di tepi jurang sehingga
diperlukan perjuangan bagi yang ingin memetikmu. Seharusnya manusia
menyadari hal itu, mencontohkan kita! Indah tapi tak mudah diraih.
”Ah sudahlah ..... sekarang memang zaman edan, yang pria berjas rapi
menutup seluruh aurat, eh ..... wanitanya berpakaian seksi minim bahan.
Apa itu namanya dunia nggak terbalik ?” sahut suplir yang dulunya tinggal
di teras depan rumah Bayu pacar Reiska yang ketiga.
”Arif ... ada yang ingin kukatakan,” terdengar suara Reiska di ruang
tamu. Malam itu hanya mereka berdua yang ada di rumah, mama dan papa
serta kedua kakaknya, Rina dan Shanti pergi ke pesta pernikahan relasi
papanya.
”Ada apa?” tanya Arif, mereka berdua duduk di kursi sofa empuk.
”Aku ..... aku ..... Telat ..... aku .... ha ..... mil, Ari!”
”Hah? Kamu hamil?” tanya Arif kaget, ini di luar dugaannya.
”I ..... ya, kita harus segera menikah, Arif aku takut papa dan mama
akan marah!” ujar Reiska gusar.
”Tidak! Aku tidak mau menikah sekarang! Kamu harus menggugurkan
kandunganmu!”
”Arif, aku nggak mau, ini anak kita! Kamu harus bertanggung jawab!”
teriak Reiska bercampur tangis.
”Nggak, aku nggak mau, mungkin saja ini anakmu dengan pacar kamu
yang lain!”cibir Arif.
”Arif ..... teganya kamu bicara begitu, ini anak kamu, Arif anak kita!”
”Pokoknya tidak! Kamu harus menggugurkan, harus! Titik!”
”Eh ..... kawan-kawan, Reiska kenapa yah?” tanyaku pada mereka.
”Nggak tahu, tidak seperti biasanya yah? Mungkin ..... Reiska ribut
dengan Arif, atau berantem sama papa dan mamanya,”tebak anggrek.
Tiba-tiba, Reiska berjalan dengan tergesa menuju meja belajarnya,
meraih kotak mungil yang disimpannya dengan penuh kasih sayang selama
ini.
”Percuma kamu berikan itu, dulu bunga Edelweis kalau cintamu
bukan cinta abadi, tapi cinta murahan! Ngakunya cinta, tapi mengapa
kamu tinggalkan aku dalam keadaan ini?” tangis Reiska sambil membuka
kotak mungil itu lalu membuang seluruh bunga Edelweis ke dalam tempat
sampah yang berada tepat di samping meja belajar. Bunga lainnya, mawar,
suplir, dan anggrek menjerit histeris !
”Ja..ngan...!!” teriak mawar, suplier dan anggrek serempak. Tapi
terlambat! Edelweis telah dibuang ke dalam tong sampah dan bercampur
dengan sampai lainnya.
Namaku Edelwies alias Anaphalis javanica. Biasanya aku tumbuh di
dataran tinggi atau puncak-puncak gunung. Kali ini aku berada dalam
genggaman seorang pemuda bernama Rahman. Ia mengamatiku dari tadi
sambil terus berzikir memuji asma Allah.
”Ya...Rabb yang Maha Kuasa, satu lagi telah Kau-tunjukkan kebesaranMu menciptakan bunga Edelweis yang tahan layu dan tak lelah diterpa
angin, tanpa memudar dan tanpa kekeringan. Ya...Rabb, seperti inikah
semangat Saudara-saudaraku di Palestina dalam menghadapi serangan
Tentara Yahudi demi merebut kembali hak mereka atas masjid Al-Aqsa? Ya
... Allah, kuatkanlah hati-hati kami untuk merebut itu semua,” lirih suara
Rahman menyejukkan hatiku.
Aku hanya tumbuhan tanpa nyawa, tapi aku merasakan betapa ia
seorang pemuda yang berhasil mengenali alamnya dan terus berzikir
melihat keesaan Penciptanya. Aku, Edelweis, tersenyum bahagia dalam
genggamannya.
(Sumber: Majalah Sabili, 10 April 2003)
2. Deskripsi
Kata deskripsi berasal dari bahasa latin discribere yang berarti gambaran,
perincian, atau pembeberan. Deskripsi adalah karangan yang menggambarkan
suatu objek berdasarkan hasil pengamatan, perasaan dan pengalaman
penulisnya. Tujuannya adalah pembaca memperoleh kesan atau citraan
sesuai dengan pengamatan, perasaan, dan pengalaman penulis sehingga
seolah-olah pembaca yang melihat, merasakan, dan mengalami sendiri
obyek tersebut. Untuk mencapai kesan ya
ng sempurna, penulis deskripsi
merinci objek dengan kesan, fakta, dan citraan.
Dilihat dari sifat objeknya, deskripsi dibedakan atas 2 macam, yaitu
sebagai berikut.
a. Deskripsi Imajinatif/Impresionis ialah deskripsi yang menggam- Contoh deskripsi Impresionistis dalam sebuah cerita:
Jam dinding kamar menunjukkan pukul sepuluh lewat
sembilan belas menit. Di luar hujan masih saja turun dengan
derasnya. Angin yang menerobos masuk melalui kisi-kisi terasa
dingin menusuk kulit. Piama yang melekat di tubuhku tidak
banyak membantu menahan dingin sehingga agar lebih hangat
kepakai lagi jaket tebal. Agak menolong, memang.
Akan tetapi, kantuk hebat datang. Padahal besok aku harus
bangun lebih pagi. Akhirnya, daripada melamun tidak menentu,
kuputuskan akan melanjutkan membaca. Aku kembali ke meja
belajar, kunyalakan kembali lampu belajar dan mulai membaca
sambil duduk bersandar di kursi.
Tiba-tiba kantuk hebat datang menyerang. Belum lagi selesai
kalimat yang sedang kubaca, buku yang kupegang terlepas dari
tangan.
******
Aku tidak lagi berada di kamarku, tetapi di suatu ruangan
bersama-sama dengan sekelompok orang yang sama sekali belum
pernah kulihat sebelumnya. Bau asap tembakau memenuhi
ruangan itu, tapi tak seorang pun yang kelihatan peduli.
Kami semua duduk di kursi yang diatur membentuk sebuah
lingkaran, mirip dengan ruangan diskusi. Semua tampak duduk
tenang, semua kelihatan sedang menulis, dan tidak seorang pun
yang kelihatan peduli pada orang lain di ruangan itu.
******
Tidak ada yang ganjil terlihat. Malah terasa suasana persis
seperti di ruang kuliah. Di sebelah kananku ada sebuah pintu,
di dekatnya beberapa jendela kaca. Ada dua baris jendela kaca,
masing-masing terdiri atas empat jendela, yang menyebabkan
ruangan ini cukup terang. Di atas ruangan, tergantung di langitlangit, ada empat pasang lampu neon 40 watt.
Dinding sebelah kiri kosong, tidak ada apa-apa di sana. Warna
hijau muda dinding itu sudah perlu dilebur kembali, di sana-sini
kelihatan coret-coretan tangan-tangan jahil.
(Dikutip dari wacana berjudul Banjir, oleh. Ramadhan Syukur dalam
buku: Menulis secara Populer, karya Ismail Marahimin, 2001)
b. Deskripsi faktual/ekspositoris ialah deskripsi yang menggambar
kan objek berdasarkan urutan logika atau fakta-fakta yang dilihat.
Contoh deskripsi faktual dalam sebuah cerita:
Lantai tiga kamar nomor tiga-nol-lima. Benar, ini dia kamar
yang kucari; tanda pengenalnya tertera di pintu, agak ke atas.
Tepat di depan mataku, masih di pintu itu, ada sebuah kotak
kecil warna merah jambu. Sebuah note book kecil dijepitkan pada
kotak itu, dengan sebuah perintah dalam bahasa Inggris, Write
Your Massage! Pada note book itu kubaca pesan untukku, ”Masuk
saja, Rat, kunci dalam kotak ini. Tunggu aku!”
******
Di sebelah kiri pintu tergantung sebuah penanggalan dan sebuah
cermin yang bertuliskan ”Anda manis, Nona.” Di bawahnya
merapat sebuah meja belajar yang diberi alas kertas berbungabunga merah jambu, dan dilapisi lagi dengan plastik bening.
Di atas meja ada sebuah tape recorder kecil, sebuah mesin ketik,
jam weker, alat-alat tulis, beberapa helai kertas berserakan dan
buku-buku dalam keadaan terbuka. Pasti semalam dia habis
mengerjakan paper, pikirku.
******
(Sumber: “Kamar Sebuah Asrama,” oleh Ni Made Tuti Marhaeni,
dalam buku Menulis Secara Populer, karya Ismail Marahimin,
2001)
Kita dapat membuat karangan deskripsi secara tidak langsung,
yaitu dengan mengamati informasi dalam bentuk nonverbal
berupa gambar, grafik, diagram, dan lain-lain. Apa saja yang
tergambarkan dalam bentuk visual tersebut dapat menjadi
bahan atau fakta yang akurat untuk dipaparkan dalam karangan
deskripsi karena unsur dasar karangan ini adalah pengamatan
terhadap suatu objek yang dapat dilihat atau dirasakan.
Tahapan menulis karangan deskripsi, yaitu:
(1) menentukan objek pengamatan
(2) menentukan tujuan
(3) mengadakan pengamatan dan mengumpulkan bahan
(4) menyusun kerangka karangan
(5) mengembangkan kerangka menjadi karangan
Pengembangan kerangka karangan bercorak deskriptif dapat berupa
penyajian parsial atau tempat. Penyajian urutan ini digunakan bagi karangan
yang mempunyai pertalian sangat erat dengan ruang atau tempat. Biasanya
bentuk karangannya deskriptif. Pola uraiannya berangkat dari satu titik
lalu bergerak ke tempat lain, umpamanya dari kiri ke kanan, atas ke bawah,
atau depan ke belakang.
Contoh:
Laporan lokasi banjir di DKI Jakarta
1. Banjir di wilayah Jakarta Timur
a. Duren sawit
b. Klender
c. Kampung Melayu
2. Banjir di wilayah Jakarta Pusat
a. Pramuka
b. Salemba
c. Tanah Abang
3. Banjir di wilayah Jakarta Barat
Karangan deskripsi dapat juga dibuat dengan mengamati bentuk
informasi nonverbal seperti grafik, tabel, atau bagan.
Contoh karangan deskripsi dari tabel.
Data Kasus Pelanggaran Izin Bangunan di DKI Jakarta
No. Tahun Kasus Pemutihan Dibongkar Residu
1. 2006 5.112 1.051 749 3.312
2. 2007 4.630 712 1.742 2.888
(Sumber: Republika, Jumat, 25 April 2008)
Dari tabel data kasus pelanggaran izin bangunan di atas, dapat kita lihat
bahwa pada tahun 2006, terdapat 5.112 kasus pelanggaran izin bangunan.
Di antaranya 749 bangunan dibongkar, 3.312 bangunan berstatus residu, dan
1.051 bangunan diarahkan untuk mengurus izin bangunan (pemutihan).
Pada tahun 2007, terdapat 4.630 bangunan yang tidak memiliki izin
mendirikan bangunan. Dari jumlah tersebut, yang diarahkan mengurus
perizinan sebanyak 712 unit, yang berstatus residu 2.888, sedangkan sisanya
sebanyak 1.742 bangunan terpaksa dibongkar.
3. Eksposisi
Kita eksposisi berasal dari bahasa Latin exponere yang berarti:
memamerkan, menjelaskan, atau menguraikan. Karangan eksposisi adalah
karangan yang memaparkan atau menjelaskan secara terperinci
(memaparkan) sesuatu dengan tujuan memberikan informasi dan
memperluas pengetahuan kepada pembacanya. Karangan eksposisi
biasanya digunakan pada karya-karya ilmiah seperti artikel ilmiah, makalahmakalah untuk seminar, simposium, atau penataran.
Untuk mendukung akurasi pemaparannya, sering pengarang
eksposisi menyertakan bentuk-bentuk nonverbal seperti grafik, diagram,
tabel, atau bagan dalam karangannya. Pemaparan dalam eksposisi dapat
berbentuk uraian proses, tahapan, cara kerja, dan sebagainya dengan pola
pengembangan ilustrasi, definisi, dan klasifikasi.
Berikut contoh-contoh pengembangan karangan eksposisi:
a. Contoh eksposisi dengan pengembangan ilustrasi
Kepemimpinan seorang Bapak dalam rumah tangga bak
nakhoda mengemudikan kapal. Bapak menjadi kepala keluarga
yang bertanggung jawab terhadap istri dan keluarganya. Sama
seperti nakhoda yang mampu memimpin dan melaksanakan tugas
dan tanggung jawabnya. Bila kepemimpinan kepala keluarga
baik, akan baiklah keluarga tersebut, sama halnya dengan kapal
yang dikemudikan nakhoda.
b. Contoh eksposisi dengan pengembangan definisi.
Telepon genggam yang lebih dikenal dengan sebutan ponsel
(telepon seluler) atau HP (hand phone) merupakan alat komunikasi
yang berbentuk kecil serta ringan. Selain mudah digenggam serta
dibawa ke mana-mana, bentuknya yang mungil memudahkan
orang untuk berkomunikasi di mana saja berada. Telepon genggam
adalah produk canggih era komunikasi nirkabel, telepon tanpa
kabel. Dengan variasi bentuk, merek, dan model yang selalu baru,
jenis telepon ini banyak diminati berbagai kalangan masyarakat.
c. Contoh eksposisi dengan pengembangan klasifikasi.
Ada dua jenis tanaman mini. Pertama, tanaman mini
yang bukan asli mini. Bila ditanam di tanah, ia akan tumbuh
besar dan normal seperti biasa. Bila ditempatkan di pot kecil,
pertumbuhannya jadi lambat. Tanaman jenis ini misalnya,
tanaman palem udang, pohon rhapis, pohon asem, beringin,
dan jambu kerikil. Jenis kedua tanaman mini asli yang aslinya
memang kecil. Tanaman ini kalau ditanam di tanah tidak dapat
besar seperti ukuran biasa (normal). Jika ditanam di pot kecil, ia
akan makin kecil, mungil, dan cantik. Tanaman ini antara lain
agave, chriptanthus panseviera, dan anthurium chrystallium.
Karangan eksposisi juga dapat ditulis berdasarkan fakta suatu
peristiwa, misalnya, kejadian bencana alam, kecelakaan, atau sejenis liputan
berita. Meskipun bentuk karangannya cenderung narasi, namun kita dapat
membuatnya menjadi bentuk paparan dengan memusatkan uraian pada
tahapan, atau cara kerja, misalnya cara menanggulangi penyebaran virus
flu furung, mengantisipasi wabah DBD dengan 3 M, atau evakuasi korban
banjir.
Contoh karangan eksposisi dari suatu peristiwa.
Dua pekerja yang tertimbun tanah longsor akhirnya ditemukan oleh
petugas kepolisian setelah sejak kemarin mereka menggali gundukan pasir
setinggi sepuluh meter. Dari sejak subuh kemarin hingga pukul 03.00 WIB
penggalian terus dilakukan dengan menggunakan backhoe. Penggalian
yang memakan waktu hampir 20 jam itu berakhir saat dua korban
berhasil ditemukan. Mundari ditemukan dalam keadaan tubuh melingkar.
Sementara Itok ditemukan dalam kondisi mengenaskan.
Tahapan menulis karangan eksposisi, yaitu sebagai berikut.
(1) menentukan objek pengamatan,
(2) menentukan tujuan dan pola penyajian eksposisi,
(3) mengumpulkan data atau bahan,
(4) menyusun kerangka karangan, dan
(5) mengembangkan kerangka menjadi karangan.
Pengembangan kerangka karangan berbentuk eksposisi dapat berpola
penyajian berikut:
1). Urutan topik yang ada
Pola urutan ini berkaitan dengan penyebutan bagian-bagian suatu
benda, hal atau peristiwa tanpa memproritaskan bagian mana
yang terpenting. Semua bagian dianggap bernilai sama.
2). Urutan klimaks dan antiklimaks
Pola penyajian dimulai dari hal yang mudah/yang sederhana
menuju ke hal yang makin penting atau puncak peristiwa dan
sebaliknya untuk anti-klimaks.
4. Argumentasi
Karangan argumentasi ialah karangan yang berisi pendapat, sikap, atau
penilaian terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan, bukti-bukti, dan
pernyataan-pernyataan yang logis. Tujuan karangan argumentasi adalah
berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran pendapat pengarang.
Karangan argumentasi dapat juga berisi tanggapan atau sanggahan
terhadap suatu pendapat dengan memaparkan alasan-alasan yang rasional
dan logis.
Tahapan menulis karangan argumentasi, sebagai berikut.
(1) menentukan tema atau topik permasalahan,
(2) merumuskan tujuan penulisan,
(3) mengumpulkan data atau bahan berupa: bukti-bukti, fakta, atau
pernyataan yang mendukung,
(4) menyusun kerangka karangan, dan
(5) mengembangkan kerangka menjadi karangan.
Pengembangan kerangka karangan argumentasi dapat berpola sebabakibat, akibat-sebab, atau pola pemecahan masalah.
1). Sebab-akibat
Pola urutan ini bermula dari topik/gagasan yang menjadi sebab
berlanjut topik/gagasan yang menjadi akibat.
Contoh:
a. Sebab-sebab kemacetan di DKI Jakarta
a) Jumlah penggunaan kendaraan
b) Ruas jalan yang makin sempit
c) Pembangunan jalur busway
b. Akibat-akibat kemacetan
a) Terlambat sampai di kantor
b) Waktu habis di jalan
2). Akibat-sebab
Pola urutan ini dimulai dari pernyataan yang merupakan akibat
dan dilanjutkan dengan hal-hal yang menjadi sebabnya.
Contoh : Menjaga kelestarian hutan
1. Keadaan hutan kita
2. Fungsi hutan
3. Akibat-akibat kerusakan hutan
3). Urutan Pemecahan Masalah
Pola urutan ini bermula dari aspek-aspek yang menggambarkan
masalah kemudian mengarah pada pemecahan masalah.
Contoh : Bahaya narkoba dan upaya mengatasinya
1. Pengertian narkoba
2. Bahaya kecanduan narkoba
a. pengaruh terhadap kesehatan
b. pengaruh terhadap moral
c. ancaman hukumannya
3. Upaya mengatasi kecanduan narkoba
4. Kesimpulan dan saran
Contoh karangan argumentasi:
Salah Urus Kereta Api
Lagi-lagi kecelakaan kereta api terjadi. Kereta api Citra Jaya terguling
di Cibatu, Jawa Barat, Sabtu lalu. Pada hari yang sama, sepur eksekutif
Argo Lawu juga anjlok di Banyumas, Jawa Tengah. Ini makin menunjukkan
perkeretaapian kita dalam kondisi gawat. Pemerintah mesti segera
membenahinya sebelum korban jatuh lebih banyak akibat kecelakaan.
Musibah kereta api Argo Lawu tak memakan korban. Tapi kecelakaan
kereta Citra Jaya menyebabkan puluhan orang terluka. Daftar kecelakaan
pun bertambah panjang. Dalam kurun waktu empat bulan terakhir sudah
terjadi 10 kali kecelakaan kereta api. Angka ini naik hampir tiga kali lipat
dibanding periode yang sama tahun lalu.
Tidaklah salah pernyataan Menteri Perhubungan Hatta Rajasa kemarin
bahwa anjloknya dua sepur itu seharusnya bisa dideteksi. Tanda-tanda
amblesnya tanah di bawah bantalan rel kereta tentu bisa diamati jauh
Persoalannya, Pak Menteri Cuma melihat sisi ketidakberesan PT Kereta
Api. Yang terjadi sebenarnya pemerintah juga salah urus perusahaan ini
sehingga terus merugi. Jumlahnya tidak tanggung-tanggung, Rp 1,4 triliun
per tahun. Inilah yang menyebabkan perusahaan milik negara tersebut tak
sanggup memberikan layanan yang baik.
Kerugian besar muncul karena PT Kereta Api diwajibkan memelihara
jaringan rel di Indonesia. Total duit yang dikeluarkan untuk perawatan
reguler per tahun mencapai Rp 2,1 triliun. Sementara itu, anggaran dari
pemerintah hanya Rp 750 miliar.
Di luar perawatan rutin, PT Kereta Api jelas tak mampu lagi
menanggungnya. Padahal sebagian besar bantalan rel itu perlu diganti.
Dari total panjang lintasan rel kereta api 4.676 kilometer, separuh lebih
berusia di atas 50 tahun. Jangan heran jika banyak bantalan rel yang sudah
lapuk. Kondisi ini sangat mudah membuat kereta api anjlok. Faktanya,
sebagian besar kecelakaan kereta api yang terjadi pada 2001-2006 akibat
kurang beresnya rel.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional tahun lalu menghitung
dibutuhkan Rp 6 triliun untuk menyehatkan kereta api dan jaringan rel.
Dalam keadaan anggaran negara yang sedang tekor, angka itu memang
tampak besar. Tapi, kalau pemerintah bisa menalangi Lapindo Brantas Inc.
Sekitar Rp 7,5 triliun buat membangun infrastruktur di Porong Sidoarjo,
kenapa untuk urusan yang ini tidak?
Pemerintah tak perlu ragu mengucurkan dana untuk pembenahan
perkeretaapian. Jika dikelola dengan benar, kereta api sebetulnya berpotensi
menunjang perekonomian. Dengan pengelolaan di bawah standar pun,
setiap tahun kereta api mampu mengangkut 150 juta penumpang dan 5 juta
ton barang. Kalau ditangani lebih baik, jumlah penumpangnya tentu akan
jauh meningkat. Pendapatan PT Kereta Api pun akan bertambah.
Membiarkan kereta api berlari di atas bantalan rel yang lapuk atau tak
terurus sungguh berbahaya. Jika pemerintah peduli keselamatan warganya,
kondisi perkeretaapian yang amburadul harus segera dibenahi.
(Dikutip dari Koran Tempo, 24 April 2007)
dikutip dr: BSE
No comments:
Post a Comment